PRINCES INSURANCE WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Manfaat Asuransi Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES CELEBRITY WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Artis Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES HISTORY TOUR AND TRAVEL

Informasi Terpanas Tentang Perjalanan Wisata Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES LOVE GOD

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Rohani Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES ADVERTISING

Kesempatan Buat Anda yang ingin Memajukan Bisnis dengan Pasang Iklan Secara Gratis dan Dibaca diseluruh Dunia *** Read More ***

Translate this page to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Belajar jualan Emas dan Uang

Sunday, January 31, 2016

Sakit Hati Mahasiswa Yang Disekolahkan Sukarno lalu Dicabut Identitasnya Oleh Suharto

Kisah para eksil 1965: Mereka yang ‘dibui tanpa jeruji’

Princes.in - Ratusan warga Indonesia terpaksa hidup “mengembara” dari satu negara ke negara lain setelah paspor mereka dicabut menyusul Peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Tidak ada angka yang jelas berapa jumlah warga Indonesia yang tidak bisa kembali. Namun pada awal 1960an, ribuan orang dikirim ke luar negeri oleh Presiden Soekarno saat itu untuk melanjutkan pendidikan, sebagai utusan Indonesia dalam organisasi ataupun sebagai diplomat, menurut sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI, Asvi Warman Adam.

Asvi mengatakan banyak di antara warga Indonesia ini yang “mengembara” dari satu negara ke negara lain setelah paspor mereka dicabut karena “dibayangi ketakutan bahwa mereka akan dipulangkan dan di Indonesia akan ditangkap.”

Sejarawan Bonnie Triyana menyebut mereka sebagai “eksil-eksil yang dibui tanpa jeruji karena sama seperti korban di Indonesia, tak bisa melakukan sesuatu sebebas manusia lainnya.”
“Berdasarkan riset saya yang terjadi pada 1965-1966 dan juga 1969, urusan ideologi tak lagi relevan, siapapun yang dianggap bahaya bagi kemunculan Orde Baru dihabisin, apakah dia nasionalis, komunis ataupun kalangan agama,” kata Bonnie, Pemimpin Redaksi Majalah Historia.
Inilah pengalaman sejumlah di antara mereka – yang berusia 70an dan 80an dan saat ini tinggal di Belanda.

Ibrahim Isa, ‘Sakitnya dicabut identitas
Peristiwa 65

“Yang pertama itu adalah penderitaan dari segi harga diri. Ketika paspor saya dicabut dan identitas saya dicabut, seolah nyawa saya sendiri yang dicabut. Sakit sekali.”
“Sejak umur 15 tahun saya terlibat dalam Badan Keamanan Rakyat yang kemudian menjadi Tentara Rakyat. Saya ikut berjuang (melawan penjajahan Belanda). Hidup saya untuk Indonesia. Saya juga pernah jadi guru untuk mendidik, tetapi mengapa sampai begini?”
“Namun kami tak boleh tinggal pada penderitaan. Saya dan banyak teman saya tak ada perasaan balas dendam. Kami sepenuhnya realis. Yang penting bersama-sama menghadapi. Sejak jatuhnya Suharto, ada kemajuan (dari sisi penegakan hak asasi manusia). Saya punya keyakinan, kemajuan akan terus terjadi.”
Ibrahim Isa bertugas mewakili Indonesia pada akhir 1960 dalam Organisasi Kesetiakawanan Asia Afrika yang berkantor di Kairo, Mesir, bersama perwakilan dari delapan negara lain.

Isa sempat kembali ke Jakarta dua minggu setelah Peristiwa G30 September meletus untuk menghadiri Konferensi Anti Pangkalan Militer Asing pada 17 Oktober 1965.
Paspornya dicabut setelah mengikuti Konferensi Trikontinental Asia Afika dan Amerika Latin pada 1966.

“Dari Indonesia tak ada yang datang, karena ada perubahan besar dan kami diminta datang (oleh Organisasi Konperensi Kesetiawakanan Asia Afrika) bersama beberapa teman Tiba-tiba ada orang Indonesia yang datang dan saya katakan kepada panitia bahwa yang datang adalah militer.”
“Ini membuat Jakarta marah, Ibrahim Isa disebut Gestapu dan pengkhianat bangsa.”
Dari Kuba, Isa mendapatkan tawaran untuk bekerja di lembaga riset Asia Afrika di Beijing, Cina dan tinggal di sana selama 20 tahun sampai 1986 sebelum akhirnya menetap di Belanda.

Chalik Hamid, ‘Kuburan kami ada di mana-mana’
Peristiwa 65

Chalik berada di Tirana, Albania, untuk mempelajari kesusasteraan negara itu saat terjadi Peristiwa 30 September 1965.

“Kami tak tahu peristiwa itu. Di Albania sedikit sekali informasi dari luar baik dari radio dan koran sangat terbatas.” kata Chalik yang pernah menjadi anggota Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia dan ketua Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi kebudayaan sayap kiri di Medan.
“Waktu itu kami 10 orang Indonesia dan rombongan kedua 15 orang…Semua paspor kami dicabut oleh petugas KBRI yang datang dari Cekoslowakia (waktu itu) karena kedutaan Indonesia di Albania dirangkap di sana.”

“Selama 25 tahun kami tinggal di Albania. Kami tidak punya paspor dan hanya dikasih izin tinggal. Di Tirana pun kami tidak boleh meninggalkan kota sejauh 50 kilometer. Jadi kami tak pernah keluar dari Albania selama 25 tahun.”
“Saya bekerja sebagai penerjemah di Radio Tirana bahasa Indonesia dan selain radio saya harus kerja di pabrik besi yang produksi alat traktor.”
“(Selama di Albania), saya tak melihat ibu saya meninggal, kemudian ayah saya dan abang saya. Bukan hanya itu, saya dengar abang saya dicincang dan setelah dikubur karena mereka belum yakin (identitasnya), kemudian digali lagi dan ditinggalkan begitu saja tanpa dikubur lagi. Itu menjadi pikiran saya. Tapi mau bagaimana lagi.”

“Saya banyak menulis puisi yang saya tulis pada dasarnya menentang rezim Orde Baru, di antaranya berjudul Kuburan Kami ada Di mana-mana.”
“Kuburan kami ada di mana-mana, kuburan kami berserakan di mana-mana, di berbagai negeri, berbagai benua. Kami adalah orang orang Indonesia yang dicampakkan dari Indonesia, paspor kami dirampas sang penguasa, tak boleh pulang ke halaman tercinta. Kami terus didiskriminasi dan dicampakkan,” Chalik menyampaikan salah satu puisi yang ia tulis.
Saat terjadi kekacauan di Eropa Timur pada awal 1990an, Chalik pindah ke Belanda dan menetap di sana sampai sekarang.

Sungkono: Dari Moskow, menjajaki ‘pulang’ lewat Cina, Vietnam dan Thailand
Peristiwa 65

“Pada September 1965 saya berada di Moskow sedang belajar teknik mesin dan dikirim oleh Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan sejak tahun 1962.”
“Pada 1966, kedutaan Indonesia di Moskow mengumpulkan mahasiswa Indonesia untuk di-screening dengan berbagai pertanyaan antara lain bagaimana sikap kami terhadap Peristiwa 1965. Saya jawab saya tidak tahu menahu karena saya di luar negeri.”

“Pada Juni 1966, mulai ada jawaban terhadap mahasiswa yang discreening. Yang dicabut paspornya secara kolektif, dibilang disangsikan kesetiaannya terhadap pemerintah Indonesia.”
“(Walau paspor dicabut), Saya tetap belajar sampai tamat. Pemerintah Uni Soviet saat itu memberi kesempatan sampai selesai tahun 1967, dan sempat ditawarkan untuk bekerja dan tinggal di sana.”
“Setelah lulus, keinginan kontak keluarga semakin mendalam. Kami berusaha ke Asia dan memilih Tiongkok…Saya kemudian pernah ke Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand untuk menjajaki pulang. Tapi tak berhasil.”
“Akhirnya tahun 1981 meninggalkan Tiongkok ke Belanda (sampai sekarang), dan pada 1987, kami mendirikan Perhimpunan Persaudaraan Indonesia untuk memelihara hubungan kekeluargaan kami yang berada di luar negeri, khususnya di Belanda.”

Sarmadji, “mengubah kesedihan menjadi kekuatan”
Peristiwa 65

“Saat terjadi Peristiwa 1965, saya tengah sekolah di Tiongkok dan saya tidak tahu menahu apa yang terjadi.”
Sarmadji mengumpulkan sekitar 3.000 buku, sebagian besar tentang apa yang terjadi pada 1965 dan 1966 dan membuka perpustakaan di rumahnya yang dibuka untuk umum.

“Perpustakaan ini adalah monumen peringatan bagi mereka yang dicabut paspornya secara paksa dan meninggal di luar negeri. Jumlahnya yang sudah meninggal sekitar 130 orang dari Tiongkok sampai Eropa Barat.”
“Saya mengumpulkan (buku-buku) ini untuk mengubah kesedihan menjadi kekuatan. Berangsur-angsur kekuatan saya bertambah dan kesedihan saya berkurang,” kata Sarmadji.

Pengakuan apa yang terjadi
Peristiwa 65

Baik Isa, Sungkono, Chalik dan Sarmadji berharap salah satu hal yang akan dilakukan pemerintah adalah pengakuan atas apa yang terjadi pada 1965 dan 1966.
“Yang pertama akui apa yang terjadi, seperti yang sudah diakui oleh Komnas, dan yang penting juga adalah rehabilitasi nama baik dan hak hak politik dari warga negara yang direnggut hak-haknya,” kata Isa.

Pada 2012 lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyatakan terjadi pelanggaran HAM berat pada 1965-1966. “Sebagai utang sejarah masa lalu negeri ini, penyelesaian (pelanggaran HAM berat) dapat ditempuh melalui mekanisme rekonsiliasi,” kata Profesor Hafid Abbas, anggota Komnas HAM Namun sampai dengan Detik Ini Tahun 2016 Belum Juga Tuntas masalah ini.

“Idealnya mekanisme penyelesaian kasus semestinya diatur dalam suatu undang-undang. Sayang sekali UU KKR telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006. Masih belum terlambat pada periode kabinet Presiden Joko Widodo, rekonsiliasi diselesaikan dengan menyiapkan UU KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) yang memerlukan dukungan politik presiden,” kata Hafid kepada BBC Indonesia.

Sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam, yang menyebut para eksil sebagai “orang-orang Indonesia yang teraniaya”, mengatakan kasus masa lalu ini harus dipilah-pilah karena menyangkut berbagai hal.
“Misalnya untuk para eksil adalah soal pencabutan paspor, yang perlu dijadikan satu kasus, dan kemudian kasus lain seperti diskriminasi anak korban yang tak boleh jadi pegawai negeri dan tentara pada 1981 dan sebagainya,” kata Asvi.

Thursday, January 14, 2016

Pintu Masuk Gedung DPR Ditutup, 2 Pelaku Bom di Sarinah Lari Ke Palmerah

Sementara itu dua pelaku teror lari ke kawasan Palmerah dan menyebar Isu meledakan kawasan Palmerah Jakarta...

Paska ledakan bom bunuh diri di Sarinah pengamanan di gedung DPR RI diperketat. Terutama pintu masuk dari arah Palmerah tepat di samping Pospol Subsektor Palmerah. Nampak petugas kepolisian berkumpul di depan Pospol sambil terus melakukan pemantauan dengan menggunakan HT.

palmerah di teror
Pintu selebar sekitar 1 meter yang menuju kompleks DPR dikunci. Pintu-pintu lain, sementara ini juga diminta untuk ditutup. Petugas Pamdal DPR bernama Didi mengatakan tidak mengetahui adanya kabar bom di lokasi ini.

"Tidak ada. Tidak ada," katanya di lokasi, Kamis 14 Januari 2016.

Didi menjelaskan hanya diperintahkan atasannya untuk menutup pintu masuk ke komplek DPR.

"Saya dapat perintah dari Kabag Pam DPR RI. Ini ditutup ditutup antisipasi. Biar pemeriksaan gampang," ujar Didi.

Dari informasi yang beredar pelaku peledakan dan baku tembak di kawasan Sarinah diduga lari ke kawasan Palmereh melalui jalur belakang DPR RI.

Kapolres Pastikan Tak Ada Ledakan di Palmerah

Polisi melakukan penyekatan ruang gerak pelaku di kawasan itu. Ledakan bom dikabarkan terjadi di sejumlah titik di Jakarta setelah terjadi ledakan bom di kawasan Sarinah. Ledakan dikabarkan terjadi di kawasan Palmerah, Kuningan dan Cikini.

Dari temuan di kawasan Palmerah, Kapolres Jakarta Barat, Rudi Heryanto, menegaskan, tidak ada terjadi ledakan di kawasanitu. Petugasnya dikerahkan di kawasan ini karena ada informasi pelaku berlari ke kawasan ini.

"Informasinya melarikan diri ke arah sini, maka kita cek kebenarannya. Tidak ada ledakan di Pospol Palmerah," katanya.

Menurutnya, sudah dilakukan penyekatan di kawasan Jakarta Barat untuk menutup ruang gerak pelaku teroris.

Darah Berceceran di Pos Polisi Sarinah Oleh Teroris

Tujuh  Orang dikabarkan tewas dalam ledakan pos polisi Polisi Lalu Lintas di Jalan HM Thamrin, Jakarta Pusat, tepat di depan pusat perbelanjaan Sarinah.

Hal ini berdasarkan foto yang beredar pasca-kejadian, Kamis (14/1/2015).

Ledakan Pos Polisi Sarinah
Dari foto itu, terlihat pos polisi luluh lantak. Sedangkan di luar pos yang, terdapat tiga orang tergeletak dengan darah berceceran.

Dan dedepan Coffe Shop Terdengar 4 sampai 7 kali tembakan beruntu, Terjadi ledakan Antara jam 10.40 Wib dan didalam Pos Polisi ada 1 orang Polisi Yang Tergeletak Tewas, serta diluar Pos Polisi ada 3 orang Tergeletak Yang berceceran darah..

14 Sniper Dikerahkan ke Lokasi Ledakan Sarinah

Para penembak jitu (sniper) dikerahkan pasca-ledakan benda diduga bom di pospol Sarinah Plaza, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

Pengerahan sniper ini bertujuan memantau situasi sekitar area ledakan dan baku tembak di lokasi terkait pengamanan. Menurut informasi yang diterima Princes,  terdapat 14 orang sniper yang berjaga di sekitar lokasi.

Hingga saat ini, belum ada informasi detail mengenai pelaku ledakan dan penembakan ke arah polisi pukul 10.40 WIB tadi. Tiga orang dikabarkan terkapar dan sudah dilarikan ke rumah sakit.

Situasi di sekitar Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, masih mencekam pasca terjadinya ledakan dan baku tembak antara petugas dengan para pelaku teror.

Pantauan Princes di lapangan, Kamis (14/1/2016), petugas melakukan penutupan jalan mulai dari Lampu Merah Jalan Sabang hingga perempatan di samping Sarinah. Sejumlah personel kepolisian terlihat berjaga di hampir setiap sudut jalanan. Termasuk para sniper dengan senjata laras panjang terlihat siaga memantau setiap pergerakan.

Ramdhani, saksi mata yang berprofesi sebagai satpam, menuturkan, sempat terdengar tujuh kali suara tembakan pesca ledakan di pos polisi Sarinah. Para petugas masih melakukan sterilisasi untuk mengantisipasi adanya serangan susulan. Sementara itu, satu unit ambulans tiba di Sarinah untuk mengevakuasi para korban.

Ledakan di Sarinah bukan Bom Bunuh Diri

Pantauan yang dilakukan oleh Princes, beberapa saksi menjelaskan, bahwa tidak terlihat pelaku melakukan bom bunuh diri.

Saksi Mata Satpam

Ledakan terjadi di pos polisi satuan lalu lintas di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, tepatnya di depan pusat perbelanjaan Sarinah, Kamis (14/1/2015).

Seorang saksi mata menceritakan kronologi kejadian. Saksi mata tersebut adalah Husaini, satpam di salah satu gedung, yang berada di sekitar lokasi kejadian.

Menurutnya, ledakan pertama terjadi sekira pukul 10.30 WIB di Cafe Starbuck Sarinah. Ledakan itu terdengar cukup kuat.

Lima menit berselang, seorang pria menenteng senjata berdiri di tengah jalan lalu menembak ke segala arah.

Tak berselang lama, ledakan kedua terjadi di Pos Polisi Satlantas yang berada tepat di depan Sarinah.

Saksi mata itu mengaku, melihat sejumlah orang tergeletak pasca kejadian, namun dia tidak bisa memastikan jumlahnya.

Sampai dengan Saat Ini masih Adu tembak Antara Polisi Dan Teroris.
Sementara para Pelaku Teroris masih berada di Sekitar Sarina dan Menembaki para Warga dan Polisi, Semua Warga Panik dan berlarian meninggalkan Korban yang tergeletak di tengah tengah Perempatan Sarinah...

Untuk Saat Ini Jumlah Korban Belum bisa dipastikan karena Para Pelaku Teroris masih Berada dikawasan Teroris, untuk saat Ini Korban 3 Polisi dan 4 warga Sipil..

Tuesday, December 29, 2015

Supersemar dan Penolakan Sukarno di Sidang MPRS

Princes.in - Suasana negara saat itu benar-benar memburuk. Negara yang masih muda ini serasa berasa di titik paling bawah dari keterpurukannya. Perekonomian anjlok, harga bahan pangan menjulang, bahan pangan susah didapat dimana-mana, kerusuhan pecah di seluruh wilayah negeri ini. Beberapa elemen masyarakat melakukan aksi yang berbuntut dengan dicetuskannya Tritura (Tri Tuntutan Rakyat).

Isi Tritura adalah:
1. Bubarkan PKI
2. Turunkan Harga
3. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI

Aksi beberapa elemen masyarakat ini di awali dengan aksi yang digelar oleh mahasiswa yang menamakan dirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Gerakan mahasiswa ini juga diikuti oleh elemen masyarakat lain seperti Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan lain-lain.Aksi-aksi inilah yang kemudian memicu pecahnya revolusi di negara ini. Semakin lama situasi negara semakin memburuk.

Supersemar dan Penolakan Sukarno di Sidang MPRS
Situasi ini akhirnya yang memaksa tiga orang Jendral yaitu Letjen (yang baru naik pangkatnya) Soeharto, Brigjen Amir Machmud dan Brigjen M Yusuf untuk menemui presiden dan memaksa presiden agar segera memenuhi tuntutan rakyat. Tritura harus dipenuhi jika presiden ingin mengembalikan situasi negara ke arah yang kondusif.

Soekarno menolak memenuhi tuntutan rakyat. Soekarno tahu bahwa ini semua hanya kerjaan Soeharto yang memfitnah PKI sebagai pemberontak. Soekarno tahu betul, tidak mungkin PKI berkeinginan untuk menggulingkannya namun Soekarno tidak memiliki bukti yang otentik atas pernyataannya tersebut. Soekarno tahu bahwa aksi yang dilakukan oleh PKI dengan nama G 30 S PKI hanya bertujuan untuk menumpas rencana kudeta militer yang akan dilakukan oleh sekelompok perwira tinggi yang menamakan dirinya Dewan Jendral.

Setelah gagal untuk memaksa presiden memenuhi tuntutan rakyat, ketiga jendral tersebut berinisiatif membuat sebuah surat perintah atas nama presiden. Isi surat perintah yang diberi nama Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) hingga kini hanya diketahui oleh hanya 4 orang, ketiga jendral tersebut dan Soekarno, namun karena tiga diantaranya kini telah meninggal dunia, maka kini hanya tertinggal satu lagi saksi sejarah yaitu Soeharto. Sayang, Soeharto pun tidak ingin rakyat Indonesia tahu apa isinya, maka dia lenyapkan supersemar yang asli dan buat sebuah surat perintah yang palsu seperti yang kita tahu belakangan ini.

Teks Supersemar yang palsu, sedangkan yang asli, hingga kini tidak ditemukan bangkainya
Supersemar yang telah rampung dibuat diserahkan kepada Soekarno untuk ditandatangani, namun Soekarno menolak untuk menandatanganinya. Soekarno tidak mau membubarkan PKI namun juga tidak mempunyai alasan yang kuat atas kehendaknya tidak ingin membubarkan PKI. Sementara rakyat telah didoktrin oleh Soeharto bahwa PKI telah melakukan pengkhiatan terhadap negara dan ingin menguasai negara ini dan menjadikannya negara berfaham Komunis.

Menurut pengakuan dari seorang kakek tua tak lama setelah Soeharto lengser, bahwa dulu ia bekerja di Istana Merdeka. Tugasnya adalah mengantarkan minuman buat presiden. Pada saat ketiga jenderal itu sedang berada di ruang kerja presiden, sang kakek memasuki ruangan dengan maksud ingin mengantarkan minuman bagi presiden dan ketiga tamunya. Terkejutlah ia saat melihat presiden sedang menandatangani sebuah surat yang diyakininya sebagai supersemar di bawah todongan Pistol.
Pada saat sang kakek mengungkapkan kisah ini, Jendral M Yusuf masih hidup, maka ia diwawancarai oleh kru TV sehubungan dengan pernyataan sang kakek.

Karena M Yusuf berada pada posisi netral maka ia yang diwawancarai. Tapi sayang, saya sangat yakin bahwa fakta yang diungkapkan sang kekek benar adanya, tapi demi menyelamatkan sejarah yang sudah terputar balik dan tak mungkin diubah lagi, maka Jenderal M Yusuf membantah bahwa presiden menandatangani supersemar di bawah todongan pistol. Tapi saya yakin dan sangat percaya, Jendral M Yusuf yang kala itu sudah pensiun membantah hal itu karena ia sadar, jika ia bongkar rahasia ini, maka terbongkarlah semua fakta sejarah dan Indonesia kembali terombang ambing dalam keraguan. Mana yang benar? Sejarah versi Soeharto atau M Yusuf.

Akhirnya supersemar ditandatangani oleh Soekarno, namun supersemar tidak ditujukan kepada Soeharto. Hal ini membuat Soeharto panas, entah dengan cara apa, Soeharto berhasil melenyapkan surat itu dan membuat pernyataan palsu dengan mengatakan bahwa supersemar ditujukan kepadanya untuk memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara dan mengembalikan stabilitas nasional.
Dua langkah Soeharto berhasil. Maka berpedoman pada surat perintah palsu yang dibuat oleh Soeharto sendiri, ia mulai bergerak dan membubarkan PKI serta antek-anteknya. Sebagian besar masa pendukung PKI, Gerwani dan berbagai organisasi massa lain bentukan PKI dibantai secara masal, sebagian lagi dipenjara. Ini dilakukan untuk menghilangkan jejak sejarah agar semua kebusukan yang dilakukan oleh Soeharto tidak terungkap. PKI dijadikan kambing hitam karena memang PKI pernah melakukan percobaan kudeta di tahun 1948. Ini dijadikan alasan bagi Soeharto untuk semakin menjatuhkan PKI.

Setelah PKI dibubarkan, dengan wewenang palsunya Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah Partai terlarang di Indonesia karena bertentangan dengan Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia.

Pidato pertanggungjawaban Soekarno dalam Sidang Umum MPRS tahun 1968 ditolak oleh MPRS. Semua dipicu dari lambatnya Soekarno membubarkan PKI dan menjawab Tritura. Setelah itu dipilihlah seorang penjabat presiden hingga masa kepemimpinan Soekarno berakhir. Pada saat itu memang tak ada pilihan lain, Soeharto menjadi satu-satunya orang yang paling pantas memegang jabatan itu. Soekarno (mungkin dengan berat hati) menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto. Sejak saat itu Soeharto resmi memegang jabatan sebagai Presiden RI melaui TAP MPRS No XLIV/MPRS/1968 dan berkuasa selama 32 tahun hingga akhirnya digulingkan juga dengan cara yang sama seperti ia berusaha menggulingkan Soekarno pada tahun 1968.


Artikel Lainnya :.... Kekejaman Suharto

Fakta Di Balik Peristiwa G 30 S PKI

Princes.in - Pagi hari, Soeharto yang telah mengetahui tentang pembunuhan Para Jendral ini mendapat laporan dari beberapa ajudan jendral yang telah diculik. Soeharto hanya tersenyum dalam hati karena telah mengetahui bahwa semua ini akan terjadi. Ambisinya untuk menguasai negeri dengan pangkat dan jabatan yang dia miliki hanya tinggal selangkah lagi.

Tahukah anda apa sebenarnya yang telah direncanakan Soeharto sebelumnya yang disimpannya baik-baik dalam benaknya? Dia biarkan PKI membunuh ketujuh Jendral tersebut, lalu memfitnah PKI telah melakukan kudeta terhadap Soekarno sehingga orang-orang PKI yang mengetahui fakta sejarah dapat dengan mudah disingkirkan dengan cara difitnah. Doktrin yang dilontarkan Soeharto adalah bahwa PKI akan melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Soekarno. Mungkinkah PKI akan menggulingkan pendukung terkuatnya? Tidak masuk akal. Ingat PKI dan Soekarno saling mendukung, apa mungkin PKI melakukan hal itu?


Fakta Di Balik Peristiwa G 30 S PKI
Pagi harinya Soeharto bergerak cepat dan melangkahi tugas beberapa orang jendral atasannya dengan memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara tanpa meminta restu dari Presiden. Di buku sejarahku waktu SD ditulis, “Mayjen TNI Soeharto dengan tangkas memegang tampuk pimpinan TNI yang lowong sepeninggal A Yani.” Kalau bisa dan boleh aku ingin mengedit tulisan di buku sejarahku dengan kata-kata, “dengan lancang Soeharto memegang tampuk pimpinan TNI.” Masih banyak orang yang harusnya dimintai restu oleh Soeharto atas inisiatifnya memegang tampuk pimpinan TNI.

Lalu dengan mudah Soeharto yang telah mengetahui semua seluk beluk aksi PKI ini menumpas PKI. Hanya dalam waktu beberapa jam saja, para pelaku pemberontakan PKI ditangkap dan sebagian lagi kabarnya melarikan diri ke luar negeri. Lalu Soeharto menyebarkan doktrin bahwa PKI telah melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Soekarno. Padahal PKI bermaksud menggagalkan kudeta yang akan dilancarkan oleh para jendral tersebut. PKI dijadikan kambing hitam oleh Soeharto atas apa yang memang diinginkannya. Satu langkah Soeharto untuk menguasai negeri ini berhasil.

Penguasaan Kembali Gedung RRI Pusat

Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan Tiga Puluh September (G30S) PKI menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi Angkatan Darat yang yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk merebut kekuasaan Negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI dan Gedung Pusata Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang penyiar RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G-30-S telah menyelamatkan Negara dari usaha kudeta “Dewan Jendral”. Tengah hari mereka mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara  dan pendemisioneran cabinet. Untuk menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu,

Panglima Komando Tindakan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan Gedung RRI Pusata dan Gedung Telekomunikasi dari penguasaan G-30-S PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil menguasai kembali gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965 RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G-30-S

Penangkapan D.N. Aidit ( 22 November 1965 )

Setelah G 30 S PKI mengalami kegagalan di Jakarta, pada tanggal 1 Oktober 1965 tengah malam ketua CC PKI D.N. Aidit melarikan diri ke Jawa Tengah yang merupakan basis utama PKI. Tanggal 2 Oktober 1965 ia berada di Yogyakarta, kemudian berpindah-pindah tempat dari Yogyakarta ke Semarang. Selanjutnya ia ke Solo untuk menghindari operasi pengejaran yang dilakukan oleh RPKAD. Tempat persembunyiannya yang terakhir di sebuah rumah di kampung Sambeng Gede. Daerah ini merupakan basis Serikat Buruh Kereta Api (SBKA), organisasi massa yang bernaung dibawah PKI.

Melalui operasi intelijen, tempat persembunyian D.N. Aidit dapat diketahui oleh ABRI. Tengah malam tanggal 22 November 1965 pukul 01.30 rumah tersebut digrebek dan digledah oleh anggota Komando Pelaksanaan Kuasa Perang (Pekuper) Surakarta. Penangkapan hamper gagal ketika pemilik rumah mengatakan bahwa D.N. Aidit telah meninggalkan rumahnya. Kecurigaan timbul setelah anggota Pekuper menemukan sandal yang masih baru, koper dan radio yang menandakan hadirnya seseorang yang lain di dalam rumah itu. Penggeledahan dilanjutkan. Dua orang Pekuper menemukan D.N. Aidit yang bersembunyi di balik lemari. Ia langsung ditangkap dan kemudian dibawa ke Markas Pekuper Surakarta di Loji Gandrung, Solo.


Baca Artikel Selanjutnya : Supersemar dan Penolakan Sukarno di Sidang MPRS

Resolusi Dewan Jendral, Pantaskah Soeharto Diampuni??

Princes.in- “Pantaskah Soeharto Diampuni”, dan dari peringatan 9 tahun turunnya Rezim Soeharto, berdasarkan fakta dari kejadian yang terjadi 42 tahun silam di Jakarta, tepatnya tentang peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI.

Ada seorang ahli sejarah yang sempat meneliti tentang kejadian yang menimpa bangsa kita di tahun 1965, mengatakan bahwa di tahun 1965, di Indonesia hanya ada satu Jendral dan dia adalah Mayjen TNI Soeharto. Menurut ahli sejarah itu juga termakan image yang sengaja dibuat Soeharto bahwa dia adalah orang yang paling berjasa atas dibubarkannya Partai yang kini dianggap sebagai partai terlarang di negeri kita.
Resolusi Dewan Jendral, Pantaskah Soeharto Diampuni??

Soeharto adalah seorang prajurit TNI berpangkat cukup tinggi dan juga memegang salah satu jabatan penting dalam jajaran TNI sebagai Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad). Pada masa kepemimpinan Ir. Soekarno, Soeharto adalah seorang perwira tinggi yang tidak terlalu diperhitungkan. Itu juga menjadi penyebab tidak terteranya nama Soeharto dalam daftar 7 jendral yang menjadi target pembunuhan dalam pemberontakan PKI.
7 Jendral yang menjadi target operasi PKI (Baris pertama kiri-kanan) Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani, Letjen TNI Anumerta MT Haryono, Letjen TNI Anumerta S Parman,

Letjen TNI Anumerta Suprapto. (Baris kedua Kiri-kanan) Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen TNI Anumerta DI Panjaitan, Kapten Czi Anumerta Pierre Tendean
Apa mungkin Soekarno lupa pada jasa Soeharto yang menjadi arsitek Serangan Umum 1 Maret atas Kota Yogya yang berhasil menguasai Kota Yogya selama 6 jam yang kala itu dikuasai oleh Belanda? Ataukah Soekarno mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi.
Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965, sebuah pemberontakan terjadi atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde Baru) namun berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang perwira tinggi bernama Soeharto.

Resolusi Dewan Jendral” yang sempat beberapa kali disebutkan dalam film tersebut, hal itu benar adanya. Resolusi Dewan Jendral memang ada. Beberapa orang Jendral pada saat itu sedang merencanakan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.
Para pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu tentang resolusi Dewan Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil, maka posisi mereka berada di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus bergerak cepat, berpacu dengan waktu untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral, sebelum para jedral mendahuluinya.

Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan pernyataan-pernyataan pedas tentang seberapa menyeramkan dan menyakitkannya sebuah pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin bahwa pemberontakan itu identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin terkepung dalam kesengsaraan. Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap rakyat itu pada akhirnya berhasil membakar darah rakyat yang kala itu tengah dirundung duka yang mendalam dan berkepanjangan akibat dari ketidak stabilan perekonomian di sebuah negara yang masih muda ini. Akhirnya PKI mendapat restu dari rakyat yang telah didoktrinnya untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.
PKI sendiri mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini.

PKI adalah pendukung terkuat Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI demi sebuah image bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah dimasuki pengaruh Amerika Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai politik sosialis demokratik seperti yang diajarkan Uni Soviet kepada dunia kala itu yaitu pemerataan.

Karena PKI takut kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI harus secepatnya menumpas Dewan Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan Soekarno. Maka direncanakanlah sebuah aksi untuk menumpas Dewan Jendral. Akhirnya para pemimpin PKI sepakat tanggal yang tepat untuk melakukan aksi adalah pada tanggal 30 September.

Para pimimpin PKI melakukan rapat tentang aksi yang bakal mereka lakukan. Sedikitpun mereka tidak menyinggung nama Soeharto karena memang Soeharto kala itu bukan siapa-siapa. Dia tidak lain hanyalah seorang prajurit TNI berpangkat tinggi yang tidak diperhitungkan dan tidak penting sama sekali.

Disisi lain, Soeharto sendiri juga mengetahui tentang adanya resolusi Dewan Jendral dan mengetahui bahwa PKI akan melancarkan aksi untuk menumpasnya. Namun dia hanya diam. Soeharto juga memiliki kepentingan jika PKI berhasil. Kepentingan Soeharto sebenarnya adalah agar dia mulai dianggap penting dan kembali diperhitungkan di kancah percaturan negeri ini sehingga dia bisa mendapat jabatan yang lebih penting dari jabatan yang dia pegang saat itu. Dia biarkan PKI melakukan aksinya dengan membunuh para perwira tinggi TNI yang memang memegang jabatan penting di negara. Dengan demikian akan semakin berkurang saingan bagi Soeharto untuk meraih jabatan yang lebih tinggi dan lebih penting dari sekedar panglima Kostrad.

Tanggal 30 September pukul 4 pagi, diculiklah 7 jendral yang menjadi target operasi PKI. Mereka dibawa ke lubang buaya dan diserahkan kepada masa pendukung PKI yang telah berkumpul di sana sejak sore hari tanggal 29 September untuk diadili dengan cara mereka. Massa dibebaskan melakukan apa saja sesuka hati mereka kepada para jendral yang akan menambah kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa yang berkumpul di lubang buaya berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga mati para jendral tersebut.

Artikel Selanjutnya ...

Monday, December 28, 2015

Kekejaman Suharto

Princes.in - Melansir sebuah tulisan tentang Rezim orde baru lahir setelah kudeta yang dilakukan oleh Soeharto terhadap Bung Karno. Sebuah surat yang dikenal Surat Perintah 11 Maret yang dikenal Supersemar dijadikan Soeharto sebagai pengambil alihan kekuasaan dari tangan sang proklamator. Padahal surat perintah itu tidak hanya sebagai surat perintah biasa yang diberikan seorang panglima tertinggi (Presiden) kepada seorang Parjurit TNI.

Namun tidak demikian hal nya dengan Soeharto, ia menjadikan supersemar itu sebagai jalan emas untuk menurunkan Soekarno. Sejak saat itulah, Indonesia menjadi neraka. Neraka bagi orang-orang kritis yang berani melawan penguasa. Untuk melanggengkan kekuasaannya, rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto membungkam lawan politik dengan segala cara. Salah satunya melalui penangkapan dan penculikan yang berakhir di tempat-tempat penyiksaan. Jadilah di tanah air berserakan tempat penyiksaan yang menimbulkan ketakutan massal dan trauma panjang.

Kekejaman Suharto
Tempat-tempat penyiksaan itu menjadi saksi sejarah kejahatan terhadap kemanusiaan rezim Soeharto yang begitu meluas dengan ribuan orang menjadi korban. Soeharto dan Orde Baru dikenal sebagai rezim yang kejam melalui pembunuhan, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, serta berbagai perbuatan tak berperikemanusiaan. Semua itu dijalankan untuk mempertahankan tahta selama 32 tahun.

Salah satu saksi bisu sejarah kelam rezim Soeharto adalah tempat-tempat penyiksaan yang jumlahnya mencapai ribuan. Ratusan ribu orang pernah merasakan kekejaman tempat-tempat penyiksaan tersebut. Di Jakarta saja terdapat ratusan tempat penyiksaan. Setelah rezim itu tidak berkuasa lagi, kini banyak bekas tempat penyiksaan yang beralih fungsi. Ada yang dibiarkan kosong. Ada pula yang masih digunakan sebagai markas militer.

Banyak orang yang mengalami penyiksaan di tempat-tempat angker itu bertutur betapa keji penyiksaan saat rezim Soeharto berkuasa. Contohnya kisah penyiksaan di Kalong, Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Di markas Operasi Khusus (Opsus) ini ada seorang perempuan yang digantung dengan kepala di bawah dan bulu kemaluan dibakar. Banyak pula korban yang disetrum listrik, disundut rokok, serta beragam kisah mengerikan.

Tempat penyiksaan yang paling terkenal di ibu kota negara adalah Gang Buntu, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Banyak tokoh oposisi Orde Baru pernah merasakan pedihnya disiksa di tempat ini. AM Fatwa, misalnya. Tokoh Islam radikal ini dua kali “dibon” di Gang Buntu.

Tempat yang juga menyeramkan adalah markas Polisi Militer di Guntur, Menteng Dalam, Jakarta Pusat. Di tempat yang sampai sekarang masih digunakan sebagai markas Polisi Militer ini banyak “musuh” Soeharto, terutama tahanan peristiwa 1965, pernah mengalami penyiksaan keji.

Tempat lain yang tak kalah seram adalah bekas kantor Lembaga Sandi Negara di Jalan Latuharhary. Banyak orang yang disiksa di bunker di kantor ini. Kini gedung ini digunakan sebagai kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sampai sekarang banyak satpam di kantor ini mengku melihat “penampakan” korban-korban penyiksaan. Bunker di gedung itu baru dibongkar pada tahun 2006 saat kantor Komnas HAM ini direnovasi.

Dari semua tempat tersebut, tempat penyiksaan yang paling seram adalah Kremlin. Kremlin singkatan dari Kramat Lima, kantor Opsus di Jalan Kramat Lima, Jakarta Pusat. Tidak sedikit aktivis yang pernah mencicipi kekejaman di tempat tersebut.

Ditengah-tengah kekejaman ini, lahirnya seorang prajurit TNI yang diberi nama Prabowo Subianto. Disaat rakyat Indonesia dibungkam dengan segala tindakan keji Soeharto dari Sabang sampai Merauke, disaat Demokrasi dirampok dari tangan rakyat, Parbowo justeru sebaliknya ia menikamti glamornya Ring-1 Soeharto. Tak cukup disitu, Prabowo pun menikah dengan Siti Hediati Hariyadi atau yang akrab disapa dengan Titiek Soeharto  yang merupakan Putri  keempat Soeharto pada tanggal Mei 1983.

Keglamoran keluarga Cendana pada saat itu memang sudah terkenal gaya hidup mewah bertolakbelakang dengan masyarakat dikampung-kampung. Majalah Time pernah menurunkan laporan kekayaan keluarga Cendana dengan judul Suharto Inc yang berujung ke meja hijau. Disebutkan Titiek adalah penyuka merek kelas tinggi seperti Hary Winston,Bulgari, dan Cartier. Titiek juga dikenal sebagai pengagum para bintang film. Ketika Steven Seagal ke Bali dalam rangka peresmian Planet Hollywood pada 1994 lalu, misalnya, Titiek dikabarkan berdansa dengan bintang laga itu.

Kembali ke sosok Prabowo Subianto. Pria yang lahir 17 Oktober 1951 ini terbilang sangat mulus tentu dengan memakai kebesaran sang penguasa rezim orde baru, sang mertuanya Soeharto.

Seorang pengamat militer, Al-Araf mengatakan kenaikan pangkat Prabowo Subianto yang begitu cepat didasari oleh praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) “, dia naik pangkat tiga kali dalam 1,5 tahu saat masih di TNI. Nepotismenya kuat sekali,” ujarnya.

PERTANYAANNYA : Apakah Sosok yang berada dilingkaran dekat Soeharto bahkan memiliki hubungan emosional dengan rezim layak memimpin bangsa ini. Apakah Kekejaman era Soeharto ini bisa dimaafkan begitu saja demi memberikan kesempatan kepada seorang pria yang menikmati kehidupannya disaat rakyat kehilangan nafas dalam bersuara??

Nasib baik tidak selalu berpihak kepada Prabowo Subianto, kenikmatan yang diterimanya bersama Rezim dicabut oleh Tuhan. Sebelum Kejatuhan Soeharto yang saat itu berada di luar negeri, Indonesia dibangkitakan dengan perlawanan. Namun, pengamanan yang ada justeru melakukan langkah-langkah pelanggaran Hak Azasi Manusia. Singkat kata, kerusuhan terjadi dan kematian dimana-mana di Kota Jakarta.

Disaat terjadi huru-hara, aksi penculikan 1998 terjadi.  Tudingan pun langsung dialamatkan ke Prabowo Subianto yang saat itu menjadi orang yang paling penting dalam pengamanan Kota Jakarta.  Keterlibatan Prabowo Subianto tidak bisa terbantahkan lagi, Prabowo langsung dipecat dari jabatannya saat itu  Pangkostrad. Tak hanya itu, berdasarkan rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Prabowo akhirnya dipecat dari dinas ketentaraan karena terlibat penculikan sejumlah aktivis. Sementara itu Mayjen Muchdi Pr dan Kolonel Chaerawan dibebaskan dari semua tugas dan jabatan struktural di ABRI.

Tuduhan ini makin melekat karena Prabowo pun tak hadir dalam sidang penculikan itu. Komnas HAM sendiri menjelaskan dari perspektif hukum HAM nasional dan internasional, Prabowo adalah seorang yang saat ini masih sebagai saksi pelaku yang pernah dipanggil Komnas HAM, tetapi mangkir dan tidak taat hukum dan tidak menghargai lembaga negara dan saat ini dalam proses peradilan (on process) dan berkasnya ada di kejaksaan.

Dengan status seperti itu, jelas bahwa Prabowo bisa ditangkap dan diadili di mana saja hanya berdasarkan laporan pelanggaran HAM berat dari Komnas HAM. Alasanya pun sudah jelas Prabowo Subianto merupakan seorang yang diduga turut bertanggung jawab sebagai bagian dari pertanggungjawaban komando sesuai Pasal 42 UU Nomor 26 Tahun 2000 (tentang pengadilan hak asasi manusia), Prabowo bisa ditangkap dan diadili di negara mana pun di dunia hanya berdasarkan pada laporan penyelidikan pelanggaran HAM berat Komnas HAM terkait  kasus penculikan atau penghilangan paksa.

Oleh karena tindakan penculikan dikenakan perinsip hostis humanis generis (musuh umat manusia), maka yang bersangkutan tidak bisa terlindungi di negara mana pun (no save heaven) sehingga terduga bisa ditangkap dan diadili di negara mana pun di dunia.

Sayang, Hingga kini Prabowo Subianto masing menghirup udara bebas bahkan tragisnya lagi Prabowo Subianto malah mencalonkan diri sebagai Calon Presiden RI.

16 Tahun berlalu, Kasus penculikan ini masih misteri, tak ada kehendak Prabowo menjelaskan kasus penculikan. Jangankan untuk rekonsiliasi dengan para keluarga korban. Melakukan jumpa pers untuk menjelaskan duduk perkara itu pun tidak dilakukannya padahal kesempatan waktu yang begitu lama sudah diberikan Tuhan untuk menjelaskannya. Sayang, iapun Bungkam!

Terlibat dalam rezim orde baru, begitu dekat dengan pelaku-pelaku rezim orde baru, menjadi bagian yang tidak dipisahkan dalam diri seorang Prabowo Subianto. Kini,seorang Prabowo ikut menjadi capres 2014. Padahal dampak yang begitu massif diakibatkan oleh rezim orde baru belumlah terobati dan terbalaskan, ia melenggok menjadi sosok yang begitu didewakan kroni-kroninya.

9 Juli 2014 dimana rakyat Indonesia menjadi tonggak sejarah bangsa ini untuk memilih presidennya. Sebelum waktu habis untuk memikirkan pilihan, kita harus matang menentukan pilihan. Seribu pertanyaan mungkin terlalu banyak buat kita untuk dijawab tapi beberapa prtanyaan ini mampu mewakili ribuan pertanyaan itu.

Apakah kita akan membiarkan republik ini dipimpin kembali oleh orang yang telah ikut berpartisipasi dalam kekejaman rezim orde baru, apakah kita akan memberikan kedaulatan kita kepada orang yang menikmati segala kebebasan dan jabatan saat rezim orde baru masih tangguh dan disaat yang sama rakyat disiksa bahkan diadili karena berbeda paham dalam politik, disaat yang sama orang kritis disiksa bahkan hingga kini tidak tahu kuburannya dimana?

Dengarkan cerita-cerita orang tua kita dahulu, dengarkan mereka yang hidup dalam ketakutan dan ketidakbebasan. Kita masih ingat berjam-jam kita harus didikte Soeharto saat kita nonton televise. Rakyat Dibuai dan Soeharto bebas melakukan apapun termasuk KKN. Sejarah adalah hal yang tidak bisa diubah dan dibeli. Langkah yang bijak jika kita belajar dari sejarah sebelum menentukan pilihan

Jangan melihat sosok Prabowo Sekarang,jangan terbuai dengan pidatonya yang berapi-api! Dengarkan kata hati, PRABOWO SUBIANTO tidak dipisahkan dari Soeharto yang biadab memperlakukan rakyat INDONESIA!

Setelah Pemilu 2014, Prabowo tidak terpilih maka dengan berbagai cara bersama koalisinya tidak bisa menerima kekalahan, bahkan pendukungnya sampai detik ini juga masih banyak yang gak bisa menerima kekalahan... Para Pendukung Prabowo adalah Sebagian Besar para mafia dijaman Suharto, mereka mendukung Prabowo agar aman dengan apa yang telah dilakukan pada Jaman Orde Baru..

Setelah Pemilu 2014, maka Jokowi langsung Babat Habis para Mafia yang pernah merajalela di jaman Orde Baru.. Kasus Lapindo, Kasus Migas, Bahkan yang masih hangat Kasus Novanto ( papa minta saham) sampai kasus pencurian ikan, bahkan kasus Yayasan Supersemar milik keluarga Suharto yang dijaman Presiden SBY sempat terhenti kini sudah diselesaikan oleh Jaksa Agung Jokowi dan Aset yayasan disita Negara dan masih banyak lagi, Korupsi dibabat habis dijaman Presiden JOKOWI..  lagi lagi para Pendukung PRABOWO selalu melemahkan setiap apa yang dilakukan JOKOWI, namun Alam begitu adil, setelah JOKOWI PRESIDEN maka sedikit demi sedikit PRABOWO seperti hilang lenyap dari berbagai MEdia, karena Prabowo sadar gak mungkin menunggu 10 tahun lagi untuk menjadi Presiden...

Bercerminlah dan mulailah Berpikir apa yang akan kita berikan pada Negara, bukan malah berpikir apa yang akan diberikan negara pada kita..

Tujuh Hari Kematian Soeharto

Princes.in - keluarga mendiang mantan Presiden Soeharto membagi-bagikan paket sembako di sejumlah tempat seperti Ndalem Kalitan, Astana Giribangun Karanganyar, Momumen Tien Soeharto dan rumah dinas Bupati Wonogiri, Sabtu (2/2). Sebanyak 3.000 paket sembako dibagikan kepada warga yang ikut membantu keluarga dengan mengikuti tahlilan hingga tujuh hari kematian Soeharto", menurut Tempo Interaktif Solo, 2 Pebruari 08.

"Oh, alangkah bagusnya. Alangkah indah dan mulia hatinya, "memberi makan" rakyat miskin yang memang hidup serba kekurangan, melarat dan kelaparan", selintas tentu kita akan berpikir begitu. Namun, tunggu dulu! Menurut pembantu Rumah Tangga Kalitan, Edy Woro Seyanto paket sembako yang masing-masing bernilai Rp 75 ribu itu dibagikan kepada warga yang ikut membantu keluarga dengan mengikuti tahlilan hingga tujuh hari kematian Soeharto.
Tujuh Hari Kematian Soeharto

Ohh.., rupanya, ini adalah "upah"! Upah karena ikut tahlilan hingga tujuh hari kematian Soeharto. Jadi bukannya memberi gratis kepada rakyat miskin!

Namun, menurut berita my RMnews Solo, "pembagian sembako di rumah keluarga Soeharto itu, diwarnai kericuhan, sebab, "rakyat" yang dibiarkan menunggu, antre berjam-jam, walapun mereka memegang girik (kupon) tidak dibenarkan masuk bahkan pintu gerbang ditutup oleh Petugas Keamanan Dalem Kalitan". Dan istimewanya, "Warga yang mendapat sembako kebanyakan mereka yang tergolong mampu. Karena girik itu kami bagikan kepada warga yang datang tahlilan semalam (1/2). Jadi tidak dipilih-pilih," terang Edy Woro Setyanto, pembantu rumah tangga Dalem Kalitan, di sela-sela pembagian sembako, seperti yang diberitakan my RM News Solo.

Nah, jadi pembagian sembako itu bukan kepada rakyat biasa yang miskin, lapar dan sengsara., namun kepada mereka yang tergolong mampu! Ini berarti kroni-kroni Soeharto yang menangisi kepergiannya dan tahlilan sampai 7 malam. Mereka mendapat sembako Rp. 75 ribu, kalau uang sebanyak itu dibelikan beras akan bisa dapat kira-kira 15 kilo!

Dengan demikian apakah keluarga Cendana itu bisa dikatakan telah mendermakan harta kekayaannya untuk orang miskin? Memperhatikan nasib bangsa yang kere dan sengsara? O, tidak sama sekali. Apa yang mereka lakukan itu, hanya ibarat menjatuhkan rimah-rimah makanan di bawah meja, dimana coro dan semut yang kelaparan berebutan untuk mendapatkannya. Apa yang dilakukannya itu hanyalah untuk menutupi, supaya orang tidak melihat lebih jauh, menyelidiki lebih jauh akan kekayaan dan harta keluarga Soeharto yang diperolehnya selama dia berkuasa. Supaya orang lupa akan uang puluhan ribu yang diuntil-until, dijadikan kembang untuk kado kroni-kroninya Soeharto ketika perkawinan cucunya! Begitulah "kebaikan" Soeharto dan keluarganya!

Begitu juga, ketika Soeharto sakit dan meninggal banyak tokoh, pemimpin Negara-negara tetangga yang datang menjenguk dan memberi rekomendasi akan jasa, kebaikan, kehebatan, dan hubungan erat mereka dengan Soeharto, namun menutupi kebejatan, kebrutalan dan kekejaman Soeharto dalam membunuhi bangsanya, menyiksa dan membunuh pelan-pelan Presiden pertama RI Bung Karno, setelah kedudukannya yang dengan licik dirampok oleh Soeharto.

Mengapa semua tokoh luar berdatangan ketika sakit dan meninggalnya Soeharto? Bukan saja dikarenakan untuk menjaga hubungan baik dengan Pemerintah Indonesia yang sekarang, yang secara berlebihan dan super istimewa melakukan perawatan dan melaksanakan penguburan Mantan Presiden Soeharto, tapi juga mengingat "kepentingan ekonomi", berhubung dengan adanya sebagian kecil harta kekayaan keluarga Soeharto, yang berada di negara mereka.

Dan catatan "Sebagian Kecil Harta Keluarga Soeharto di luar negeri" bersama ini saya turunkan, agar bisa diketahui oleh rakyat yang selama ini diperbodoh, diplaster matanya oleh Soeharto dan kroni-kroninya hingga tidak bisa "melihat". Dan juga buat mereka yang mengagungkan dan meng-anggap Soeharto banyak "jasanya", agar matanya juga bisa melek, bahwa mereka sebenarnya telah dikelabui oleh kepintaran dan kelicikan Soeharto!

Di bawah ini adalah daftar yang dikutip dari http://kontak.club.fr/index.htm, yang diperoleh dari sumber yang mengumpulkannya yaitu "http://www.hamline.edu/%20apakabar/index.html, sebagai berikut:

"Daftar ini baru meliputi sebagian kecil saja kekayaan keluarga besar Suharto berwujud rumah, kawasan perburuan, kapal layar mewah, serta perusahaan properti dan perusahaan tanker yang sebagian atau seluruhnya milik keluarga bekas kepala Negara, ketiga terkaya di dunia. Ini belum lagi saham mereka dalam puluhan perusahaan di luar negeri.


Di Britania Raya (UK)

Lima rumah seharga antara 1-2 juta Poundsterling (1 Poundsterling = Rp 18.000) di London, yang terdiri dari:
Rumah Sigit Harjojudanto di 8 Winington Road, East Finchley
Rumah Sigit Harjojudanto di Hyde Park Crescent
Rumah Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) di daerah Kensington
Rumah Siti Hediyati Haryanti (Titiek Prabowo) di belakang Kedubes AS di Grosvernor Square
Rumah Probosutedjo di 38A Putney Hill, Norfolk House, London SW.15/6 AQ : 3 lantai, dengan basement.
(sumber-sumber: Tiara , 5 Desember 1993: 35; Forum Keadilan , 1 Juni 1996: 47; Dewi , Juni 1996; Swa , 19 Juni - 9 Juli 1997: 85; Far Eastern Economic Review , 9 April 1998; mahasiswa Indonesia serta wartawan Inggris dan Indonesia di London dan Jakarta).


Di Amerika Serikat

Dua rumah Dandy N. Rukmana dan Dantu I. Rukmana (anak laki-laki dan anak perempuan Tutut) di Boston, dengan alamat:
60 Hubbard Road , Weston, Massachussets (MA) 02193 (sejak Juli 1995)
337 Bishops Forest Drive , Waltham , MA 02154 (sejak Februari 1992)
Dua rumah anak-anak Sudwikatmono di:
Hillcrest Drive , Beverly Hills , California ,
Doheney Drive , Beverly Hills , California
Rumah peristirahatan keluarga Suharto di Hawaii. (sumber-sumber: Eksekutif , Maret 1990: 133-134; Tiara , 5 Desember 1993: 35; Far Eastern Economic Review , 9 April 1998; Ottawa Citizen , 16 Mei 1998; hasil investigasi aktivis pro-demokrasi Indonesia di AS)


Di Daerah Laut Karibia

Rumah-rumah peristirahatan keluarga Suharto di Kepulauan Bermuda dan Cayman (sumber-sumber: Ottawa Citizen , 16 Mei 1998; Die Welt , 23 Mei 1998)


Di Suriname

Raden Notosoewito, adik tiri Suharto dari Desa Kemusuk, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta, adalah ketua Yayasan Kemusuk Somenggalan. Yayasan ini adalah pemegang saham PT Mitra Usaha Sejati Abadi (MUSA), holding company dari satu konglomerat yang punya berbagai bidang usaha di Indonesia (Solo, Yogya, Malang, DKI Jaya), Singapura, Hong Kong, dan Suriname.

Di negeri yang tersebut terakhir itu, Suriname, konglomerat ini pada tahun 1993 mendapat konsesi hutan seluas 150 ribu hektar di Distrik Apura, Suriname bagian Barat. Konsesi itu merupakan awal dari rencana MUSA untuk menanamkan modal sebesar US$ 1,5 milyar, sebagian besar untuk sektor kehutanan. Konsesi hutan ini, serta praktek MUSA Group untuk juga memborong kayu dari daerah di luar konsesinya sendiri, telah mendapatkan serangan dari gerakan lingkungan di mancanegara.

Selain dampak lingkungan dan budayanya yang sangat merusak bagi suku-suku Amerindian Maroon di Distrik Apura, yang juga jadi sorotan adalah bagaimana konsesi itu diperoleh berkat 'diplomasi tingkat tinggi' antara Suharto, sebagai Ketua Gerakan Non-Blok waktu itu, dengan para petinggi Suriname yang keturunan Jawa, khususnya Menteri Sosial Suriname, Willy Sumita. Diplomasi tingkat tinggi, di mana konon uang sogokan sebanyak US$ 9 juta berpindah ke tangan para politisi, dikenal di sana dengan istilah "The Indonesian Connection". Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh Yayasan Kemusuk Somenggalan, yang beroperasi di Paramaribo, Ibukota Suriname dengan bantuan Kedubes RI di sana, adalah menawarkan bantuan untuk renovasi Istana Presiden Suriname. Proyek itu ditawarkan untuk diborong oleh anak perusahaan MUSA sendiri. (sumber-sumber: Kompas , 15 Maret 1993, hal. 14 [iklan ucapan selamat atas terpilihnya Suharto dan Tri Sutrisno sebagai Presiden & Wk. Presiden RI]; EIA, 1996: 32; Skephi & IFAW, 1996; Friedland & Pura, 1996; Harrison, 1996; de Wet, 1996; Toni and Forest Monitor, 1997: 26-27, 29-30)


Di Aotearoa (New Zealand)

Kawasan wisata buru seluas 24,000 Ha bernama Lilybank Lodge di kaki Mount Cook dan di tepi Danau Tekapo di Southern Island bernilai NZ$ 6 juta (1 NZ$ = Rp 4000), yang dibeli lisensinya dari Pemerintah NZ oleh Tommy Suharto tahun 1992. (sumber: AFP , 20 Mei 1998; Australian Financial Review , 27 Mei 1998; hompage: www.lilybank.co.nz ; hasil investigasi lapangan G.J. Aditjondro ke Lilybank, bulan Februari 1998).


Di Australia

Kapal pesiar mewah (luxury cruiser ) milik Tommy Suharto seharga Aust$ 16 juta (1 Aust$ = Rp 5.000), yang diparkir di Cullen Bay Marina di Darwin. Merger antara perusahaan iklan ruang asal Melbourne, NLD, dengan kelompok Humpuss milik Tommy & Sigit, tahun 1997, berbarengan dengan pembelian saham perusahaan iklan ruang terbesar di Malaysia, BTABS (BT Advertising Billboard Systems), memberikan Tommy dan partner Australianya, Michael Nettlefold, konsesi atas billboards di sepanjang freeways di Negara Bagian Victoria, Australia, serta sepanjang jalan-jalan toll NLD-Humpuss di Malaysia, Filipina, Burma dan Cina.

Perjanjian persekutuan strategis (strategic alliance) antara Kelompok Sahid milik Keluarga Sukamdani Gitosarjono dengan Kemayan Hotels and Leisure Ltd., yang ditandatangani bulan Desember 1997, memungkinkan Sahid ikut memiliki 50 hotel milik Park Plaza International (Asia Pacific) di kawasan Asia-Pasifik serta 180 hotel Park Plaza di AS. Dengan demikian, 24 hotel milik kelompok Sahid di Indonesia dan Medinah, Arab Saudi, diganti namanya menjadi Sahid Park Plaza Hotel. Harap diingat bahwa Sukamdani Gitosardjono, sejak 28 Oktober 1968 menjabat sebagai Ketua Harian Yayasan Mangadeg Surakarta, yang didirikan dengan dalih membangun dan mengelola kuburan keluarga besar Suharto. Jadi tidak tertutup kemungkinan, bahwa ekspansi Kelompok Sahid ke Arab Saudi, AS, dan Asia-Pasifik melalui Kelompok Kemayan/Park Plaza ini, juga memperluas sumber pendapatan keluarga Suharto di berbagai negara itu. (sumber-sumber: Tempo , 3 Desember 1977: 8-9; Info Bisnis , Juli 1994: 9-23; Kontan , 10 Maret 1997; Australian Financial Review , 17 Desember 1997, 13 Maret 1998; Weekend Australian , 10-11 Agustus 1998; Sydney Morning Herald , 17 Agustus 1996, 11 Desember 1997, 6 April 1998; The Suburban , Darwin, 11 Juni 1998; Port Phillip/Caulfield Leader , 22 Juni 1998; sumber-sumber lain).


Di Singapura

Perusahaan tanker migas milik Bambang Trihatmodjo dkk, Osprey Maritime, yang total memiliki 30 tanker, dengan nilai total di atas US$ 1,5 milyar (US$ 1 = Rp 10.000). Sejak Juni 1996, dua tanker Osprey, yakni Osprey Alyra dan Osprey Altair, dikontrak oleh Saudi Basic Industrial Corporation untuk mengangkut minyak dan produk-produk petrokimia dari Arab Saudi ke mancanegara. Dengan akuisisi perusahaan tanker Norwegia yang terdaftar di Monaco, Gotaas-Larsen, oleh Osprey Maritime yang disepakati bulan Mei 1997, perusahaan milik Bambang Trihatmodjo ini menjadi salah satu maskapai pengangkut migas terbesar di Asia. (sumber-sumber: Economic & Business Review Indonesia , 5 Juni 1996; Asiaweek , 23 Mei 1997: 65; LNG Current News , 13 Februari 1998).

Perusahaan tanker migas milik Tommy & Sigit, Humpuss Sea Transport Pte. Ltd., adalah anak perusahaan PT Humpuss INtermoda Transport (HIT), yang pada gilirannya adalah bagian dari Humpuss Group. Tapi dengan berbasis di Singapura, perusahaan itu -- yang berpatungan dengan maskapai Jepang, Mitsui O.S.K. Lines -- dapat mengoperasikan ke-13 tanker migas dan LNGnya, lepas dari intervensi Pertamina pasca-Reformasi. Ini setelah berhasil menciptakan reputasi bagi dirinya sendiri berkat kontrak jangka panjangnya dengan Taiwan. Perusahaan Singapura ini pada gilirannya punya anak perusahaan yang berbasis di Panama, First Topaz Inc. (sumber-sumber: Swa , Mei 1991: 45-46; Prospek , 18 Januari 1992: 40-43;Info Bisnis , November 1994: 12; Jakarta Post , 20 November 1997).


Di Malaysia, Filipina, Burma, dan Cina

Di ke-4 negara Asia ini, Siti Hardiyanti Rukmana masih menguasai jalan-jalan tol sebagai berikut :
166,34 Km jalan toll antara Wuchuan - Suixi - Xuwen di Cina;
83 Km Metro Manila Skyway & Expressway di Luzon, Filipina;
22 Km jalan toll antara Ayer Hitam dan Yong Peng Timur, yang merupakan bagian dari jalan tol Proyek Lebuhraya Utara Selatan sepanjang 512 Km yang menghubungkan Singapura, Johor, sampai ke perbatasan Muangthai di Malaysia;
?? Km jalan toll patungan dengan Union of Myanmar Holding Co. di Burma. (sumber-sumber: Info Bisnis , Juni 1994: 11-12; Swa , 5-18 Juni 1997: 47; AP , 21 Februari 1997; Economic & Business Review Indonesia , 5 Maret 1997: 44). Sumber : http://www.hamline.edu/apakabar/index.html
dan http://kontak.club.fr/index.htm.

Itulah sekedar daftar "sebagian kecil" kekayaan keluarga Soeharto yang rasanya sangat perlu diketahui oleh rakyat (dan juga kroni-kroninya yang "nggak tahu" yang cuma meng-agungkan "jasa" Soeharto!). Jadi kalau ada yang bicara soal harta kekayaan mereka di luar negeri, maka hal itu bukanlah sekedar omongan ngawur! Begitulah keluarga Soeharto!

Nah, Soeharto "besar jasanya" kepada rakyat ataukah hanya kepada keluarga dan kroninya? Coba timbang sendiri!

Mereka telah mendapat "gajah" dari rakyat dan bumi Indonesia, namun mereka hanya memberikan kacang sebagai imbalannya! Begitulah jasa dan praktek Soeharto dan kroninya terhadap rakyat Indonesia!

Ada lagi "jasa" Soeharto yang tidak bisa dilupakan!. "Soeharto meninggalkan utang, bukannya Rp 1.500 triliun akan tetapi Rp 1.800 triliun! Tepatnya 800 miliar dolar AS.

Jika utang tersebut dibagi-bagikan kepada 200 juta penduduk Indonesia, maka setiap kepala dibebani utang Rp 9 juta!

Nah, siapa yang menyebabkan negara ini berutang begitu besar? Tidak lain tidak bukan adalah Soeharto, karena angka itu adalah posisi awal utang Indonesia saat Soeharto dilengserkan pada Mei 1998!

Saat Soeharto turun, akhirnya terungkap sebanyak 30% utang luar negeri itu atau sedikitnya Rp 540 triliun dikorupsi oleh Soeharto dan kroni-kroninya".

Nah kita bisa lihat bagaimana ‘moral" Soeharto, orang yang dianggap "bapak pembangunan". Hutang Negara yang mestinya digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan Negara, eeee....... taunya masuk kantongnya Soeharto dan kroninya! Lantas, kemudian rakyat yang mesti membayar kembali! Bapak pembangunan apaan seperti ini? Rakyat cuma dikelabui, membangun gedung pencakar langit, namun sekian persen untuk kantongnya Soehato! Inilah "jasa" Soeharto!

Tidak heran kalau pada zamannya Soeharto berkuasa, masih ada anak yang berusia 9 tahun tidak sekolah (film dokumen Riding The Tiger), dan masih ada anak yang dimasa kecilnya sering mengalami kehidupan sulit, bahkan acap kali hanya makan "ondo" (umbi beracun yang tumbuh liar di hutan) karena setiap tahun dilanda paceklik. Disaat memasuki usia sekolah, masuk sekolah dasar yang hanya berdinding bambu, meja bambu, berlantai tanah dan beratap rumbia. Ke sekolah tidak menggunakan alas kaki dan bila hujan menggunakan payung daun pisang. Begitulah "nasib" kanak-kanak dalam zaman pemerintahan Soeharto, sedang kroni-kroninya Soeharto hidup dalam kekayaan yang berlimpah dan berlebihan! Tidak heran kalau kemudian Indonesia dilanda kesengsaraan yang hebat, 100 juta anak bangsa menjadi miskin dan 13 juta kanak-kanak kekurangan makan! Begitulah "jasa" yang ditinggalkan Soeharto!Pepatah mengatakan, "gajah mati meninggalkan gading", tapi Soeharto mati meninggalkan hutang!

"Kini, setelah 10 tahun sejak diturunkan, (bahkan setelah matinyapun-pen), Soeharto, sebenarnya masih menyusahkan rakyat!. Setiap tahun, negara tetap membayar utang-utang tersebut. Data yang dilansir Bank Indonesia, posisi terakhir utang luar negeri kita adalah 176,55 miliar dolar AS atau Rp 1.589 triliun (kurs Rp 9.000 per dolar AS).

Mungkin, bahwa utang ini tidak berdampak langsung bagi anda. Tapi tahukah anda, lebih dari separuh APBN, dipakai hanya untuk membayar utang-utang tersebut plus bunganya. Artinya, anggaran yang semestinya dipergunakan untuk, misalnya, membangun jalan, memperbaiki gedung sekolah, dan segala fasilitas umum digerus habis oleh utang warisan Soeharto ini! (kutipan artikel dari Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI Effendi Choirie/http:kontak.club.fr/index.htm)

Supaya rakyat tahu dan melek, betapa "jasa besar" Jenderal Bintang Lima Soeharto dalam merusak ekonomi dan rakyat Indonesia! Nah, setelah rakyat tahu akan sebagian kecil "dosa besar" Jenderal Bintang Lima Soeharto yang mengibuli rakyat Indonesia itu, tentu rakyat akan heran, geleng-geleng kepala dan mengucap: "Masya Allah, Astaga, Busyet. Alaa mak...." ataupun mungkin bercarut-marut! Bagaimana dengan anda?

"Pak Harto memang orang besar. Tapi jangan lupa, kesalahannya juga besar!" ucap Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI Effendi Choirie ***

Australia, 7 Pebruari 2008