PRINCES INSURANCE WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Manfaat Asuransi Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES CELEBRITY WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Artis Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES HISTORY TOUR AND TRAVEL

Informasi Terpanas Tentang Perjalanan Wisata Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES LOVE GOD

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Rohani Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES ADVERTISING

Kesempatan Buat Anda yang ingin Memajukan Bisnis dengan Pasang Iklan Secara Gratis dan Dibaca diseluruh Dunia *** Read More ***

Translate this page to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Belajar jualan Emas dan Uang

Wednesday, December 7, 2016

Jaman Suharto Pengedit Video Penistaan Agama Gak di Hukum Apakah Sekarang Juga Sama???

Di era Soeharto, dalam sebuah acara di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Permadi mengatakan, undang-undang dasar memungkinkan presiden menjadi diktator secara konstitusional. “Soekarno diktator, Soeharto diktator. Di tengah diskusi itu, Permadi masih ingat betul, ada seorang peserta diskusi menyatakan sepakat dengan pernyataannya tentang diktator. “Rafly Harun, yang sekarang profesor tata negara, dulu masih mahasiswa. Dia bilang bahwa hanya ada satu diktator di dunia ini yang baik, yakni Nabi Muhammad. Karena bukan untuk kepentingan pribadi dan golongannya tapi untuk umatnya. Saya pun langsung bilang, saya sependapat dengan anda, Nabi Muhammad adalah diktator yang baik seperti yang anda katakan,” kenang Permadi.

Permadi melanjutkan, acara diskusi itu ternyata direkam oleh sekretariat UGM. Kemudian dibagi-bagi. "Saya pun mendapatkan satu yang asli. Namun rekaman itu jatuh ke tangan Harmoko.Kemudian rekaman dipotong-potong, ucapan Rafly Harun tidak ada, yang ada hanya jawaban saya, Nabi Muhammad Diktator. Disebar luaskan ke umat Islam. Langsung ribuan umat Islam datang ke Kejaksaan Agung, lalu datang ke rumah saya sambil membawa poster, tangkap Permadi, gantung Permadi. darah Permadi halal. Saya langsung ditangkap dan dipenjara,” katanya.

Memasuki persidangan, Permadi membawa rekaman utuh kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta. “Hakim heran. Dia tahu karena ini rekayasa,”. Di persidangan, majelis hakim memvonis Permadi dengan hukuman tujuh bulan penjara. Namun entah bagaimana rekaman asli itu sampai ke tangan Presiden. Pak Harto marah dan malu karena Permadi di perlakukan tidak adil. Semua karena ulah Harmoko, Faisal Tanjung dan Din Samsudin yang sehingga menjadikan dirinya terpidana dengan memotong motong rekaman asli ( https://www.youtube.com/watch?v=qrUBmPphAMc). Akhirnya Pak Harto memerintahkan agar Permadi di bebaskan dari penjara. Dia hanya menjalani hukuman 1 bulan tanpa proses banding atau pembelaan secara hukum. Tapi tidak ada yang bisa membantah bahwa Permadi telah di perlakukan tidak adil selama proses peradilan terhadap dirinya.

Andaikan kasus Permadi itu di zaman Jokowi, Permadi tidak akan di penjara dengan tuduhan yang belum terbukti bersalah itu. Tapi di era Soeharto itu biasa saja. Andaikan kasus Permadi itu di era Jokowi, dia akan di bebaskan oleh Hakim karena bukti yang dia berikan tidak sama dengan bukti yang di jadikan jaksa sebagai dasar menuntutnya. Tapi di era Soeharto, itu biasa saja. Andaikan kasus Permadi itu di zaman Jokowi, maka Harmoko , Faisal Tanjung, Din Samsudin akan jadi tersangka karena bukti yang di laporkan tidak sama dengan aslinya. Tapi di era Soeharto, itu biasa saja.

Ahok bukanlah Permadi walau kasusnya tidak jauh beda dengan Permadi dimana di nyatakan bersalah karena sebuah " kata kata", dan Ahok bersyukur hidup di era reformasi, khususnya di kepemimpinan Jokowi di mana supremasi hukum diatas segala galanya, sehingga tidak harus di tahan sampai dia benar benar terbukti bersalah oleh keputusan Hakim. Jokowi bersikukuh memastikan supremasi hukum di tegakan agar tidak boleh ada lagi orang di penjara karena di rekayasa oleh sekelompok orang atas dasar suka tidak suka. Karena lewat supremasi hukum itulah semua warga negara yang plural ini bisa hidup nyaman dan punya harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Tuesday, December 6, 2016

Jokowi Turun Gunung Untuk Mengendalikan Situasi

Nazaret - Jokowi akhirnya Turun Gunung menghadapi Lawan lawan Politiknya, Semua tujuan Lawan politik Jokowi dengan berbagai cara dimulai dari sekarang adalah menghentikan langkah Jokowi di Tahun 2019 dan juga agar kedok mangkrak tidak bisa dibongkar...

 Isu tentang penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Ahok mulai memasuki babak baru. Rakyat harap-harap cemas, bagaimana status Ahok dalam pusaran kasus yang menghebohkan bangsa ini. Selain itu, pasca demo besar-besaran, 4 November dan 2 Desember kemarin, isu yang berkembang menjadi semakin liar. Hal yang awalnya hanya remang dan dugaan, kini muncul ke permukaan menjadi terang, terutama isu tentang tunggang-menunggangi dan adanya upaya berbau makar. Nuansa politisnya semakin kentara. Pernyataan Jokowi seakan menjadi legitimasi kebenaran isu tersebut, terutama ketika secara tegas Jokowi mengindikasikan adanya aktor-aktor politik yang mencoba memancing di air keruh. Ada nama-nama yang dikantongi intelijen sebagai pengalir dan penerima aliran dana mobilisasi di lapangan. Untuk meredam gejolak di tingkat bawah yang seakan memaksanya untuk mengetuk palu hukum, Jokowi “turun gunung”, menemui tokoh bangsa dan para ulama’.

Sebelumnya, pasca memberikan keterangan terbukanya, SBY menjadi “titik perhatian” publik. Hampir semua analisa politik mendudukannya sebagai pusat episentrum. SBY menjawab secara terbuka isu liar yang berkembang. Dengan gaya bicara khasnya yang selalu memosisikan diri sebagai korban, SBY merasa sedih dan terganggu dengan banyaknya asumsi dan fitnahan yang menuduhnya “mendalangi” aksi demo bela agama. Tegas ia katakan, Ahok harus segera diproses. Jika tidak, sampai lebaran kuda pun tidak akan selesai. SBY panas membara. Ungkapan “Sampai Lebaran kuda” pun menjadi viral. Pernyataan ini, terasa agak aneh. Pertama, SBY terlalu over dan lebay. Sama sekali tak menampakkan ketenangan seorang yang kenyang pengalaman. Kedua, pernyataannya cenderung provokatif, tidak mendinginkan suasana sebagaimana diharapkan banyak kalangan. Ketiga, kalimatnya tidak tampak sebagai klarifikasi, tapi mengesankan ada tendensi tertentu, terutama menyangkut Pilkada DKI. Sehingga wajar, ketika sebagian orang sama sekali tak bergeming dengan klarifikasinya; SBY tetap menjadi trend-setter sebagai salah satu dari aktor-aktor politik yang disinggung oleh Jokowi kemudian.

Kalau dugaan tersebut ternyata benar, tentu ini erat kaitannya dengan Pilkada DKI Jakarta. Ini adalah bagian dari taktik SBY untuk memenangkan calon yang diusungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ini bukan hanya soal hubungan ayah-anak, tapi soal memberikan keyakinan kepada AHY bahwa ia masih berada di jalur kemanangan. Pengorbanannya berhenti dari TNI, harus dibayar mahal: kemenangan. Namun pada sisi lain, SBY sadar dengan “Kuda”nya. “Kuda” yang sangat disayangi, sebagai penerus garis politiknya. Ia tahu betul “kuda” taruhannya bukanlah “kuda perkasa”, tak terlalu kenal medan. Tentu tidak sebanding jika disejajarkan dengan dua “kuda” lainnya yang lebih garang dan menantang. Maka, untuk membuat “kuda”nya menjadi pemenang, ia tidak bisa head to head secara langsung. Ia harus membuat dua “kuda” lainnya melemah dan bermasalah.

Gayung bersambut. Momentumnya ia dapatkan ketika Ahok, “kuda” yang paling ditakuti, tergelincir dengan kalimat yang sensitif, yang kemudian diolah sedemikian rupa menjadi isu penistaan agama. Sebagai mantan presiden, yang lekat dengan beberapa tokoh agama, mudah bagi SBY menggerakkannya. Ingat, SBY pernah merasakan manisnya memainkan isu keyakinan agama ketika memenangkan pemilihan Presiden melawan Megawati (yang perempuan, tidak pakai kerudung, tidak bisa menjadi pemimpin secara agama, dll) dua kali berturut-turut. SBY sangat berpengalaman memainkan isu-isu sensitif seperti itu.

Isu pun bergulir, sukses luar biasa. Melahirkan demo terbesar sepanjang sejarah bangsa ini, hanya untuk menghancurkan seorang Ahok. Demo yang awalnya menuntut proses hukum, berubah menjadi tuntutan agar Ahok ditangkap dan ditersangkakan. Seakan memaksa Jokowi untuk turun gunung menjadi hakim. Meskipun secara hukum status tersangka tidak secara otomatis menggugurkan Ahok dalam kontestasi Pilkada, tapi dengan sekali mengatakan ”untuk apa pilih Ahok yang tersangka?” Urusan selesai. Lebih mudah menjatuhnya.

Kalau Ahok sudah dihancurkan, berarti tinggal “kuda tangguh” lainnya yang harus ditiarapkan. Anies, yang modal sosial dan politiknya jauh di atas AHY menjadi ancaman selanjutnya. Beredar dugaan, Anies akan dibuat senasib dengan Ahok. Buni Yani, pengunggah video yang dipersepsikan dekat dengan Anies (dikatakan sebagai pendukung fanatiknya), menjadi giliran bola selanjutnya untuk dimainkan. Nanti isunya pun kembali dibikin liar, yang seolah-olah publik membaca, ada peran pihak Anies cs. dalam upaya penyebaran video tersebut, atau menegasikan Anies sebagai sosok pengadu domba, dan mempersonifikasikan Anies dalam sosok Buni Yani yang suka memfitnah. Jelas ini merupakan keuntungan karena AHY akan semakin leading. Dengan taktiknya, SBY meniscayakan tumbangnya yang lain, sehingga “kuda” yang diusungnya menjadi satu-satunya finalis yang akan menang.

Posisi Presiden Jokowi yang Dilematis

Demo ini membuat posisi Jokowi delematis. Kalau Ahok dibebaskan, rakyat akan bergerak dalam skala yang jauh lebih besar. Jumlah kuantitas yang menakutkan diharapkan mengerdilkan mental Jokowi sebagai pimpinan. Namun, ketika Ahok kemudian menjadi tersangka, itu artinya Jokowi telah ikut gendang permainan SBY. Ingat, persepsi publik tentang demo rusuh, tanggal 4 November kemarin, lekat hubungannya dengan ultimatum yang disampaikan SBY. Kasus yang menimpa Ahok sebagai batu loncatan untuk mendapatkan target selanjutnya, Jokowi. Taktik busuk dan politik adu domba ala SBY menemukan tempatnya ketika ada selentingan yang menyebutkan, bahwa AHY akan dipersiapkan untuk bertarung melawan Jokowi pada Pilpres 2019 nanti. Melihat realitasnya, ini sepertinya bukan isapan jempol. AHY adalah representasi SBY, terutama ketika jargon “I want SBY back!” mulai mencuat ke permukaan.

Jokowi sepertinya mulai “agak risih” dengan pat-gulipat yang dimainkan oleh pendahulunya itu. Sebagai Presiden, tentu ia banyak mendapatkan informasi “kelas satu” yang membahayakan bagi pihak-pihak tertentu. Pernyataannya yang datar, tapi mengesankan kemarahan yang dalam. Ia menginstruksikan agar proses terhadap kasus Ahok dibuka transparan. Sehingga dengan itu, rakyat bisa menilai dan memutuskan. Pada saat yang bersamaan, Jokowi akan memutus dana yang akan mendalangi aksi lanjutan jika benar terjadi. Ia mulai menyentil pembangunan proyek-proyek yang mangkrak pada masa SBY masih menjadi Presiden. Suatu kali, Jokowi mengunjungi Hambalang, dan hanya dengan geleng-geleng kepala, banyak orang paham apa yang Presiden itu maksudkan.

Presiden Jokowi tidak mau pakai cara-cara murahan, ia lebih senang menggunakan BIN, KPK, PPATK, BPK, dan jalur-jalur konstitusional lainnya. Artinya, politik “prihatin” dan taktik adu domba yang busuk ala SBY akan menemukan lawan yang setimpal ketika bertemu dengan Jokowi, yang lebih suka menghukum lawan-lawannya perlahan-lahan.

Pada akhirnya strategi SBY terbongkar, publik akhirnya membaca bagaimana politik adu domba yang dimainkannya begitu hebat; bahwa ternyata tidak hanya untuk menghancurkan Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta terkuat, tapi juga untuk mengalahkan Anies, dan rupanya berbau hasrat untuk menjatuhkan Jokowi. Sekali mendayung, dua-tiga kepentingan terlampaui. Dua periode menjadi Presiden, ternyata membuat SBY jauh melebihi kemampuan Megawati (yang tak pernah menang head to head melawannya). Ini tidak bisa hanya dipandang sebagai taktik untuk Pilkada DKI Jakarta semata, tapi jauh lebih dari itu, ada kepentingan untuk kembali menguasai negeri ini.

Monday, December 5, 2016

Heboh Pengunjung Mal Puri Indah Jakarta Barat, Saat Kumis Djarot Datang Menebar Senyuman

Nazaret - Lagi lagi Calon Wakil Nomor  dua ini membuat pengunjung Mall tertegun dan terkagum melihat Kumis yang selalu menebar senyuman, memang pasangan Calon Nomor dua ini benar benar pas, yang satu Lembut dan yang satu Agak kasar, Ibarat sebuah Keluarga jika pasangannya lembut semua maka keluarga itu akan sunyi, tapi jika keduanya kasar maka keluarga itu akan dilanda perang, Nah jika dalam keluarga Pasangannya kasar dan lembut wow pasti akan damai dan bisa berjuang dengan lebih baik..

Suasana di Mal Puri Indah, Jakarta Barat mendadak ramai sore tadi. Keramaian ini disebabkan oleh pengunjung mal yang berebut untuk foto bersama calon wakil gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat.

Djarot baru saja selesai menghadiro acara 'Lare Osing Dulure Djarot Pul Kumpul' di sebuah restoran sajian khas Jepang di Mal Puri Indah, Jakbar, Minggu (4/12/2016) sore. Begitu keluar dari restoran, pengunjung mal sudah banyak yang menanti untuk foto bersama.

Djarot yang mengenakan kemeja batik berwarna cokelat meladeni permintaan pengunjung mal yang meminta foto. Sementara sang istri, Happy Farida yang mendampingi Djarot di acara kumpul bersama perkumpulan warga Banyuwangi itu lebih memilih menunggu di tempat yang tak jauh dari suaminya.

Saat berfoto, tak jarang pengunjung yang menanyakan kehadiran Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada Djarot. "Pak Ahok-nya ke mana pak?" tanya seorang pengunjung.

"Lagi enggak ikut bu," jawab Djarot sambil tersenyum.

Meski banyak pengunjung mal yang meminta foto, mantan wali kota Blitar itu merasa senang dan antusias. Sebab, hal itu menunjukkan masih banyak warga DKI yang mendukung dirinya dan Ahok.

"Saya terima kasih. Pengalaman mau di pasar, mau di mal, ini menunjukkan antusias warga bahwa dia masih mendukung Ahok-Djarot dan memberi kesempatan lagi bagi kami untuk memimpin DKI," ujar Djarot.

Sunday, December 4, 2016

Jokowi Tidak Takut Dengan SNIPER, Tetap Nonton Timnas di Stadium

Nazaret - Seorang President selalu menjadi incaran para Sniper gelap, lagi lagi Jokowi tidak pernah mencemaskannya, ditengah tengah padatnya Supporter Bola antara Indonesia VS Vietnam dengan semangat NKRI maka JOKOWI berbaur dengan Supporter.. Dan Langkah Jokowi Benar benar memberikan Rasa Panas sehingga membakar Para Pemain Sepak Bola dan Berujung Indonesia menang 2 : 1 Melawan Vietnam.

Presiden Joko Widodo memberi ucapan selamat langsung kepada para pemain tim nasional Indonesia seusai menang 2-1 atas Vietnam pada semifinal pertama Piala AFF 2016, Sabtu (3/12/2016).

Pada laga di Stadion Pakansari itu, Indonesia menang berkat gol sundulan Hansamu Yama dan penalti Boaz Solossa. Satu-satunya gol Vietnam dibukukan Nguyen Van Quyet dari titik putih.

Presiden Jokowi menyaksikan langsung kemenangan Indonesia tersebut. Bahkan, pria kelahiran Solo itu tampak bangkit dari kursinya saat skuad Garuda mencetak gol.

Wajah semringah pun tampak dari Presiden Jokowi dengan hasil positif ini. Indonesia sempat kebobolan dan skor jadi imbang. Namun, Presiden Jokowi bisa kembali ceria setelah skuad Garuda mencetak gol kemenangan via penalti Boaz Solossa.



Selepas pertandingan ini, Presiden Jokowi turun dari tribune VVIP ke lapangan untuk memberikan ucapan selamat secara langsung. Bahkan, akun Twitter resmi Piala AFF 2016 mengunggah momen pertemuan pemain timnas Indonesia dengan Presiden.

"Ini awal yang sangat baik," kata Jokowi di akun Twitter pribadinya. Indonesia akan menghadapi Vietnam pada pertandingan kedua semifinal Piala AFF 2016 di Stadion My Dinh, Hanoi, pada Rabu (7/12/2016) malam

Friday, December 2, 2016

Ahmad Dhani dkk Dikenai Pasal Makar,Terancam Penjara Seumur Hidup

Nazaret - Mabes Polri menangkap 10 orang, termasuk Rachmawati Soekarnoputri dan Ahmad Dhani. Polisi menerapkan pasal tentang makar atau upaya menjatuhkan pemerintahan yang sah.

"Di antaranya dikenakan Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP, juncto Pasal 87 KUHP," kata Karo Penmas Mabes Polri Kombes Rikwanto di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (2/12/2016).


"Untuk Pasal 107 ancaman pidana seumur hidup," sambung Rikwanto.

Kesepuluh orang yang ditangkap yaitu AD, E, AD, KZ, FA, RA, RS, SB, JA, dan RK. Namun hanya 8 orang di antaranya yang dikenai pasal tersebut. Sedangkan untuk 2 orang lainnya, yaitu JA dan RK, dikenai Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pasal 107 KUHP berbunyi:

(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Kemudian Pasal 110 KUHP berbunyi:

(1) Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.

(2) Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan maksud berdasarkan pasal 104, 106, dan 108, mempersiapkan atau memperlancar kejahatan:

1. berusaha menggerakkan orang lain untuk melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan agar memberi bantuan pada waktu melakukan atau memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan;

2. berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan bagi diri sendiri atua orang lain;

3. memiliki persediaan barang-barang yang diketahuinya berguna untuk melakukan kejahatan;

4. mempersiapkan atau memiliki rencana untuk melaksanakan kejahatan yang bertujuan untuk memberitahukan kepada orang lain;

5. berusaha mencegah, merintangi atau menggagalkan tindakan yang diadakan pemerintah untuk mencegah atau menindas pelaksanaan kejahatan.

(3) Barang-barang sebagaimana dimaksud dalam butir 3 ayat sebelumnya, dapat dirampas.

(4) Tidak dipidana barang siapa yang ternyata bermaksud hanya mempersiapkan atau memperlancar perubahan ketatanegaraan dalam artian umum.

(5) Jika dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini, kejahatan sungguh terjadi, pidananya dapat dilipatkan dua kali.

Sedangkan, Pasal 87 KUHP berbunyi:

Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.




Sumber https://news.detik.com/berita/3360800/dikenai-pasal-makar-ahmad-dhani-dkk-terancam-penjara-seumur-hidup?utm_source=facebook&utm_medium=oa&utm_content=news&utm_campaign=cms+socmed

Baru Kali Ini President Jalan Kaki dari Istana ke Monas

Nazaret - Jokowi dan Jusuf Kall, Mentri Agama, Panglima TNI , Kapolri, Mentri Agama Serta Para Pejabat Negara menghadiri Salat Jumat di Monas Bersama para Peserta Aksi damai 212.. Ya Baru Kali ini seorang President Indonesia berjalan kaki dari Istana Negara ..

Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) terlihat keluar dari Istana untuk melaksanakan salat Jumat.
Keduanya dari informasi yang dihimpun akan melaksanakan salat Jumat bersama-sama dengan para peserta zikir dan doa bersama di Monas.
Dari pantauan Nazaret.xyz,

Presiden dan Wakil Presiden mengenakan pakaian putih, memakai payung berwarna biru, memakai peci hitam, berjalan menuju lapangan Monas untuk melaksanakan salat Jumat.
Tampak beberapa menteri ikut solat Jumat bersama di Monas. Antara lain Panglima TNI Gatot Nurmantyo,Menkopolhukam Wiranto, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddi , Menseskab Pramono Anung. dan beberapa menteri lainnya.

Jadi Seharusnya Kita Mulai Sadar diri, dan jangan sampai dibutakan oleh para Provokator Negara yang ingin memecah belah bangsa ini.. Sejak Indonesia merdeka dan sejak indonesia ada Demontrasi tuntutan rakyat maka baru di era jokowi yang mau berjalan kaki menemui para pendemo dari istana merdeka...

Strategi Politik Jokowi Memang Jitu dan semakin membuat lawan lawannya kebingungan mencari strategi untuk menjatuhkan Jokowi, Semoga Para Provokator Makar semakin tipis Ruang Geraknya.

3 Alasan Ahok Akan Bebas Secara Hukum Saat Disidang

Nazaret - Kejaksaan Agung akan mengumumkan bahwa berkas perkara dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, lengkap alias P21 pada hari ini, Rabu, 30 November 2016, dua hari menjelang demo "Aksi Bela Islam III" pada 2 Desember.

Tim jaksa penuntut umum menyatakan berkas Ahok telah memenuhi syarat formil dan materiil, sehingga dapat masuk ke tahap selanjutnya, yakni penyerahan tersangka dan barang bukti. "Kami mencoba meminimalkan waktu dan mengoptimalkan kinerja karena banyak imbauan agar lebih cepat lebih baik diserahkan ke pengadilan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Muhammad Rum (Koran Tempo, 30 November 2016).

Entah mengapa kejaksaan harus buru-buru mengumumkan kasus ini. Lebih baik syarat-syaratnya diperkuat dahulu sehingga kasus ini benar-benar matang ketika hendak disidangkan.

Pengacara Ahok, Sirra Prayuna, mempertanyakan sikap kejaksaan yang terkesan terburu-buru. Ia bingung melihat sikap jaksa tersebut, apakah murni pertimbangan penegakan hukum atau ada tekanan politik di baliknya. "Saya puluhan tahun bekerja sebagai praktisi hukum, tapi baru pertama kali menghadapi kasus hukum sebegitu cepatnya," ujar dia.

Tapi, baiklah, bila memang perkara Ahok hendak diteruskan, maka dia akan dijerat dengan 2 pasal ini.

Pertama, Pasal 156 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:

Barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Ancaman pidananya adalah penjara paling lama 5 tahun.

Kedua, Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang berbunyi:

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Ancaman pidananya adalah penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Perlu dicatat, bahwa Revisi UU ITE mulai diberlakukan per Senin, 28 November lalu. Dalam revisi itu, ancaman pidananya berubah menjadi paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 750 juta. Tapi, perubahan ini tidak berlaku surut sehingga akan  berlaku untuk kasus Ahok.

Melihat pasal-pasal yang akan dipakai, tampaknya masih lemah untuk menjerat Ahok.

1. Pasal untuk Penyebar

Pasal 28 ayat 2 UU ITE sebetulnya ditujukan kepada orang yang penyebar kebencian melalui berbagai medium di Internet, misalnya Facebook atau Twitter. Ini terlihat dari subyek dalam kalimat pada pasal adalah "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi...".

Dalam kasus video pidato Ahok di Kepulauan Seribu, Ahok bukanlah penyebar video tersebut. Yang meyebarkan adalah Buni Yani. Itu sebabnya Buni Yani telah ditetapkan sebagai tersangka, meskipun masih bisa diperdebatkan apakah Buni Yani pas dijerat dengan pasal yang sama.

2. Pidato Ahok bukan di Dunia Cyber

Kalau yang dimaksud jaksa adalah pidato Ahok dianggap menyebar kebencian, maka tidak bisa memakai pasal tersebut. Ahok berpidato secara fisik di hadapan orang banyak, bukan dengan live streaming atau menuliskan pidatonya di media sosial atau media apa pun di Internet, sebagaimana dimaksud pasal dalam UU ITE ini.

3. Pasal Penghinaan Agama Tak Bisa Dipakai

Saya sudah menulis panjang tentang masalah pada Pasal 156a KUHP ini Saya coba ringkaskan bahwa dalam kasus Ahok, pasal ini tidak bisa digunakan karena pasal itu menunjuk pada perbuatan orang di muka umum yang mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

"Artinya kalau kita lihat bahwa pasal 156a itu bahwa perbuatan itu dimaksudkan supaya orang tidak menganut agama apa pun atau tidak menganut suatu aliran apa pun, agama apa pun yang resmi di Indonesia," kata Mahmud Mulyadi, pakar hukum pidana dari Universitas Sumatra Utara, kepada BBC. "Jadi kalau ini seandainya ditarik kepada kasus Ahok saya pikir tidak bisa digunakan pasal ini. Tidak kena dia...karena Ahok tidak ada maksud untuk orang itu berpindah agama," tambahnya

Indriyanto Seno Adji, guru besar dari Universitas Krisnadwipayana, termasuk salah satu saksi ahli yang diperiksa Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI untuk kasus penistaan agama Ahok. Dia termasuk satu dari empat ahli yang berpendapat pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu bukan penistaan agama. "Dalam kasus ini, bagi saya unsur penistaan belum ada," kata Indriyanto kepada Majalah Tempo edisi 21 November 2016. "Kasus ini dimensi politiknya kuat," kata dia.

Kita khawatir bila penegak hukum akhirnya mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan politik yang kental, bukan pertimbangan hukum yang rasional dan independen, maka kewibawaan hukum Indonesia telah digerogoti. Orang nantinya sangat mudah dihukum dengan pasal-pasal yang dipaksakan. Hari Ahok, besok entah siapa lagi.

Update tanggal 30 November 2016 pukul 16.42 WIB

Saat pengumuman tadi siang, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Noor Rachmad, mengatakan pasal yang dikenakan terhadap Ahok sesuai dengan berkas perkara yang diserahkan penyidik Polri, yaitu Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.

Ahok tidak dikenai Pasal 28 ayat 2 UU ITE. "Fakta-fakta yang terungkap dari hasil penyidikan di berkas itu menggambarkan bahwa perbuatannya hanya dapat dijerat dengan Pasal 156 dan 156a KUHP," ujar Rahman. "Kalaupun menggunakan UU ITE, tentu harus dilihat, apakah ada di berkas itu."

Melihat perkembangan ini, maka analisa mengenai pasal 28 ayat 2 UU ITE di atas dengan sendirinya gugur dan mohon diabaikan.

Sumber Tempo.https://indonesiana.tempo.co/read/101742/2016/11/30/iwank.1.2/ahok-akan-disidang-ini-3-alasan-dia-akan-lolos

Thursday, December 1, 2016

Bawaslu Menemukan Dugaan Politik Uang Pada Pasangan Agus-Sylvi

Nasaret - Program Rp 1 M per RW ala Agus-Sylvi dinilai Bawaslu politik uang, Bawaslu DKI Jakarta merilis temuan pelanggaran selama masa kampanye. Salah satu bentuk pelanggaran yang menjadi perhatian Bawaslu terkait dugaan adanya politik uang yang mungkin dilakukan cagub-cawagub DKI Jakarta.

Dugaan politik uang ditemukan pada pasangan cagub-cawagub nomor urut 1, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. Politik uang yang dimaksud terkait janji Rp 1 miliar yang diberikan pada tiap RW dalam satu tahun. Hal ini diucapkan saat Agus melakukan blusukan di wilayah Jakarta Utara.


Bawaslu menilai ucapan terindikasi politik uang karena program tersebut tidak tercatat dalam visi-misinya.

"Yang baru, dugaan politik uang dilakukan Agus-Slyvi yang menjanjikan program Rp 1 miliar saat kampanye di Jakarta Utara. Tapi tidak ditemukan unsur tindak pidana pemilunya. Apa yang disampaikan pak Agus saat itu tidak tercatat dalam visi misi," kata Ketua Bawaslu Mimah Susanti, di Hotel Grand Cemara, Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (1/12).

Meskipun tidak ditemukan unsur tindak pidana pemilu, Bawaslu melihat adanya dugaan melanggar administrasinya.

"Kita (Bawaslu) duga ada dugaan pelanggaran administrasinya. Maka dugaan itu kita teruskan pada KPUD," ujarnya.

Dengan adanya dugaan politik uang tersebut, Bawaslu menyerahkan sanksinya kepada KPUD. "Sanksinya kita serahkan pada KPUD," pungkasnya.

Seperti diberitakan, Agus Harimurti Yudhoyono mengaku akan mengalokasikan anggaran per tahun untuk RT RW dengan jumlah cukup besar. Anggaran itu diberikan perhatian dan memberdayakan komunitas.

"Saya dan mpok Sylvi akan mengalokasikan anggaran untuk pemberdayaan komunitas RT RW sebesar Rp 1 miliar per RW per tahun," ujar Agus saat pidato politik di GOR Jakarta Utara, Minggu (13/11).