PRINCES INSURANCE WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Manfaat Asuransi Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES CELEBRITY WORLDWIDE

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Artis Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES HISTORY TOUR AND TRAVEL

Informasi Terpanas Tentang Perjalanan Wisata Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES LOVE GOD

Informasi Terpanas Tentang Kehidupan Rohani Yang Lagi Menjadi Trending Topik diseluruh Dunia *** Read More ***

PRINCES ADVERTISING

Kesempatan Buat Anda yang ingin Memajukan Bisnis dengan Pasang Iklan Secara Gratis dan Dibaca diseluruh Dunia *** Read More ***

Translate this page to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Belajar jualan Emas dan Uang

Wednesday, March 16, 2016

NasDem: Sia-sia Kalau DPR Mau Jegal Ahok

Princes - Komisi II DPR menyiapkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang salah satunya memperberat syarat calon independen di Pilkada serentak. Rencana ini menuai polemik dan kritikan karena dinilai memperberat calon independen seperti jalur yang dipilih Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR RI Johnny G. Plate mengkritik rencana revisi UU Pilkada dengan semangat memperberat  syarat independen sebagai kepentingan pragmatis sesaat.

"Kalau ubah undang-undang jangan hanya untuk kepentingan pragmatis sesaat. Kita buat undang-undang untuk jangka panjang. Kami berpikiran semakin banyak calon untuk pilkada akan semakin baik," kata Johnny di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa

Dia menegaskan bila syarat calon independen diperberat maka berdampak terhadap kemungkinan kader potensial. Menurutnya, syarat independen bisa menjadi jalur bagi calon yang tak lewat parpol.

"Apabila syarat itu diperberat kita menutup kemungkinan kader untuk tumbuh dan berkembang. Jadi, kami melihat usaha untuk menaikkan threshold hanya untuk jegal dan itu kontraproduktif bagi demokrasi," tuturnya.

Kemudian, ia mengkiritk bila syarat perberat ini sebagai upaya menjegal calon independen maka akan percuma. Dukungan masyarakat terhadap Ahok dinilainya saat ini sudah mencapai lebih dari 20 persen.

"Bila revisi ini bermaksud untuk menjegal Pilgub DKI, itu sia-sia. Karena dukungan yang diberikan ke pak Ahok lebih dari 20 persen. Jadi usaha itu sia-sia kalau mau jegal Pak Ahok. Kalau mau mencegah, ya adu lah program konsep pembangunan,"

"Saya anak Ahmad Dhani, saya pilih Ahok"

Princes - Perebutan kursi DKI-1 semakin memanas. Senin malam, 14 Maret 2016, Ahmad Dhani menggelar jumpa pers bersama putra sulungnya, Al Ghazali, dan juga pengacaranya, Ramdan Alamsyah. Mereka membahas pemunculan foto Al Ghazali di media sosial yang disebut Ramdan Alamsyah sebagai bentuk kampanye hitam.

Dalam foto tersebut, Al Ghazali memegang secarik kertas bertulisan "Gue anak Ahmad Dhani gue pilih Ahok, bapak gue sinting". Pada foto lainnya, dengan pose sama, tertulis, "Saya anak Ahmad Dhani, saya pilih Ahok".

"Pastinya kami dapatkan di akun grup di FB, ini sudah di luar nalar, seolah-olah Al enggak pilih bapaknya. Seolah-olah bapaknya sinting. Ini tersebar di semua medsos," kata Ramdan Alamsyah di kediaman Ahmad Dhani di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Ramdan mengancam bakal menyeret orang yang mengedit foto Al Ghazali ke jalur hukum. "Kami akan cari dan melaporkan terkait dengan temuan tidak mendidik dan mengadu domba ayah dan anak. Harusnya menjunjung tinggi kehormatan, tapi jadinya ini. Akan melaporkan ke Polda Metro Jaya," ujar Ramdan.

Al Ghazali menegaskan bahwa tulisan yang ada pada kertas yang dia pegang sudah diedit dan tidak sesuai aslinya. "Kalau dari aku sendiri ngerasa kecewa, kenapa bawa-bawa nama ayah, sudah mencela dan menjatuhkan nama ayah, aku enggak mungkin pilih Ahok, pasti pilih ayah," ucap Al Ghazali.

Pasukan Orange Jadi Alasan Serangan Politik Terhadap Ahok

Princes - Serangan politik yang mengarah ke Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok semakin kencang. Terlebih setelah Ahok menyatakan diri bersiap maju bertarung dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 melalui jalur independen.

Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik mengaku mendapat informasi pengerahan ribuan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) atau pasukan oranye, mengumpulkan KTP warga untuk dukungan bagi Ahok. Taufik mengingatkan agar Ahok tidak menggunakan kekuasaan guna kepentingan politik pribadi.

"Seperti misalnya dia memanfaatkan PPSU kumpulkan KTP ya enggak boleh. Kan dia dibayar sama pemerintah (PPSU)," kata Taufik di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Selasa

Ketika saat disinggung bukti tudingan itu, Taufik enggan menunjukkan. Dia hanya menyebut akan membukanya jelang Pilgub DKI tahun depan. "Ya nantilah dibukanya," dalihnya.

Politisi Gerindra ini juga mempertanyakan sumber dana yang digunakan temanAhok untuk membuka booth-booth di mal demi menarik dukungan KTP warga DKI. Sepengetahuan Taufik, sewa booth di mal cukup mahal.

"Terus booth di mal-mal itu dananya dari mana? Hitung saja harga sewa per hari berapa? terus dikali setahun. Itu uang dari mana? Apa mal nyumbang? Itu bisa dipertanyakan nanti. Itu masuk gratifikasi," tegasnya.

Dia mengingatkan kepada temanAhok agar berhati-hati. Sebab, kesalahan sedikit saja dapat menggagalkan Ahok melenggang kembali menjadi orang nomor satu di DKI.

"Jadi banyak yang harus diantisipasi sama timnya Ahok," ucapnya.

Harga tak bergerak Ahok mencapai Rp 15.050.480.000

Princes - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui tak memasukkan kepemilikan kendaraan, baik roda empat maupun dua dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, kendaraan terakhir yang dimilikinya sudah dijual dan hanya menggunakan mobil milik perusahaannya.

"Saya memang dari dulu mobil saya ada di PT. Saya enggak pernah beli mobil pribadi dari dulu, ada satu saya jual," ujar pria yang akrab disapa Ahok ini di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa .

Ahok menambahkan, mobil yang kerap digunakannya kini merupakan milik perusahaan. Dengan begitu, dia tak pernah memiliki kendaraan pribadi di rumahnya.

"Karena mobil saya ada di PT, kalau PT-nya punya saya, sama enggak naik mobil," sahut Ahok.

Ahok menjelaskan, kewajiban untuk menyerahkan LHKPN tersebut selalu dilakukannya setiap kali menjadi pejabat publik atau mulai melepaskan jabatannya. Apalagi, hal itu telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

"Makanya saya termasuk yang rajin laporkan LHKPN, tiap tahun. Wagub berhenti naik ke gubernur lapor, udah jalan setahun lapor," ungkapnya.

Ketika ditanya berapa kendaraan yang dimilikinya, Ahok mengaku tak pernah memakai mobil.

"Itu urusan perusahaan, sekarang aku juga enggak sempet pakai mobil aku kok. Naik aja pemda. Mobil dinas, kan melekat. Ngapain beli mobil? Rugi dong penyusutan," tandasnya.

Seperti diketahui, Ahok mencantumkan seluruh harta bendanya berupa harta tak bergerak, bergerak maupun surat berharga. Harga tak bergerak Ahok mencapai Rp 15.050.480.000, berbentuk tanah yang jumlahnya mencapai 16 unit di Belitung Timur dan Jakarta Utara.

Tanah terluas milik Ahok berada di Belitung Timur, di mana luasnya mencapai 18 ribu meter persegi. Harta Tak Bergerak yang dimiliki Ahok ini mengalami peningkatan cukup signifikan, yakni sebesar 63,36 persen dari pelaporan tahun 2012 yang mencapai Rp 9.213.076.000.

Dalam LHKPN yang diterbitkan KPK tersebut, Ahok tak mencantumkan harta bendanya berupa mobil atau kendaraan roda dua lainnya. Dia hanya mencantumkan kekayaan berbentuk logam mulia, surat berharga dan giro, yang nilainya masing-masing sebesar Rp 650.000.000, Rp 2.595.000.000 dan Rp 2.939.591.240.

Ahok melaporkan ada penambahan nilai pada logam mulia, di mana pada LHKPN sebelumnya tercatat hanya senilai Rp 420.000.000. Hal yang sama juga terjadi pada Giro yang dimiliki Ahok dari nilai LHKPN yang dilaporkan pada 22 Maret 2012 sebesar Rp 163.211.742.

Angka-angka di atas belum termasuk nilai piutang yang dimiliki Ahok sejak 2012 lalu dan angkanya tak memiliki perubahan, yakni sebesar Rp 67.008.321.

Tuesday, March 8, 2016

Ahok Pisah Ranjang Dengan PDIP

Princes - Siapa bakal calon pendamping Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pilgub DKI 2017 mendatang akhirnya terungkap. Relawan TemanAhok yang selama ini mengumpulkan KTP untuk Ahok sebagai syarat maju melalui calon independen menyebut nama Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Nama Heru dipilih atas keinginan Ahok sendiri.

Keputusan Ahok memilih Heru membawa beberapa konsekuensi. Pertama, Ahok memastikan diri maju melalui jalur independen meski ada Partai NasDem yang mendukung. Kedua, keinginan Ahok yang sebelumnya memprioritaskan wagub incumbent Djarot Saiful Hidayat sebagai pendampingnya di Pilgub 2017 batal. Dengan begitu, hubungan 'koalisi' Ahok dengan PDIP terpaksa berpisah jalan.

Apa alasan Ahok akhirnya memilih Heru? Salah satu penyebabnya adalah karena PDIP tak kunjung mengeluarkan rekomendasi bagi Wagub Djarot Saiful Hidayat.

"Aku kan sudah bilang ke konstituen aku mau pilih PNS. Aku bilang aku ada misi, setelah ada Pak Jokowi, orang percaya politikus baik. Nanti ada yang percaya PNS baik, terus kalau ada parpol baik. Kalau orang percaya tiga ini maju negara kita," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Senin (7/3).

"Kalau ada PNS maju, semua orang pasti cari tahu siapa sih Heru. Dia korupsi enggak sih. Dia jadi wali kota meres orang enggak sih?" sambung dia.

Meski nasib Heru tergantung kerja relawan TemanAhok hingga Juni 2016 nanti, dia yakin secara kinerja mantan wali kota Jakarta Utara itu tak perlu diragukan lagi.

"Kenapa Heru? Anak sudah umur 23 tahun, sudah kerja dan istri kerja. Enggak ada kasus dipanggil BPK. Beberapa kali yang terkait kasus UPS dipanggil, aku gak pernah dengar Heru terlibat. Semenjak jadi wali kota enggak pernah meras," jelas dia.

"Saya cuma mau buktikan ada lho PNS jujur, namanya Heru Budi Hartono. Kalau dia bagus bisa ikut misalnya jadi terpilih berarti masih ada politisi baik. Kepercayaan lebih penting," tambah dia.

Heru sendiri menyatakan, siap meninggalkan seragamnya sebagai PNS meski tak terpilih. "Selama ketemu Pak Ahok ditanya siap gak ninggalin PNS. Saya bilang siap, semua ada resikonya," kata Heru ketika dihubungi di Jakarta, Senin (7/3).

Sementara itu, Wagub Djarot menanggapi santai pilihan Ahok itu. Djarot berprinsip, dirinya tidak akan melangkahi kewenangan partai. "Ya enggak apa-apa. Itu hak beliau. Tapi saya sebagai wagub itu juga rekomendasi partai. Sekarang pun juga, kalau Pak Ahok mau tarik saya harus melalui partai," kata Djarot di Balai Kota, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (7/3).

Sebagai kader PDIP, Djarot mengatakan, tak mau melangkahi partai terlebih posisinya di partai berlambang banteng bermoncong putih itu sangat strategis. Dia lebih memilih keputusan PDIP ketimbang keluar dan ikut Ahok.

"Saya menjadi anggota partai bukan satu dua tahun, saya bukan anggota biasa. Saya pengurus partai di tingkat pusat. Dan saya masih percaya betul bahwa negara yang demokratis membutuhkan partai politik," jelas dia.

Dia mengatakan, PDIP tak memberikan rekomendasi bukan alasannya harus keluar dari partai. Setiap orang punya prinsip bukan karena tidak siap keluar dari partai untuk maju sebagai cawagub. "Beda prinsip antara relawan, independen dan partai," pungkas dia.

Putusnya hubungan Ahok dan PDIP ini sebenarnya sangat disayangkan. Saat Ahok memutuskan keluar dari Partai Gerindra, Fraksi PDIP di DPRD DKI-lah yang menjadi pelindung Ahok dari serangan-serangan politikus Kebon Sirih. Apalagi ketika Ahok dan DPRD DKI berseteru terkait APBD 2014 lalu yang membuat pengesahan tertunda. Ahok menuding ada siluman anggaran yang membuat anggota DPRD tersinggung.

Setelah Ahok memberi sinyal maju melalui jalur independen, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri langsung memanggil Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Wagub Djarot Saiful Hidayat. Pemanggilan itu terkait dengan calon yang bakal diusung PDIP di Pilgub DKI 2017 mendatang.

"Kita makan pempek saja. Pertemuan antara ibu dan anak. Kita diarahkan memang konsolidasi untuk Pilgub DKI mengikuti DPP, kita harus berhati-hati karena memang kita bisa mencalonkan sendiri ya," kata Prasetyo usai pertemuan di rumah Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat,

Prasetyo mengatakan PDIP akan melakukan penjaringan bakal calon Gubernur DKI April mendatang. PDIP pun mengisyaratkan bakal mencalonkan gubernur dari kader internal termasuk kemungkinan nama Djarot yang diusung.

"Kita akan membuka pendaftaran. Insya Allah (calonkan kader sendiri). Kalau Djarot itu kader sendiri dan enggak ada masalah. Kita akan tetap demokratis." ungkap Prasetyo.

PDIP pun tak masalah jika nanti kalah dalam Pilgub DKI. "PDIP itu sudah biasa menang dan kalah dalam Pemilu. Kalau itu sudah biasa," tutupnya

Baca Juga : Haji Lulung Gak Bayar Pajak Lamborghini

Thursday, February 18, 2016

Koalisi Setia Prabowo Adalah Oknum Parpol yang Plintat Plintut

Dibalik hiruk pikuk substansi revisi UU KPK no 30 tahun 2002, tidak banyak yang tau bahwa sebuah perubahan UU harus disetujui oleh kedua belah pihak yaitu antara eksekutif dan legislatif. Fakta yang tidak dapat dibantah, baik legislatif maupun eksekutif pada dasarnya sama berasal dari pesta demokrasi. Artinya, keduanya berasal dari luar pemerintahan yang menduduki posisi kekuasaan oleh karena dipilih oleh rakyat dalam pemilihan langsung.

Demokrasi berada ditangan rakyat, begitu bunyi slogan yang selalu didengungkan dengan parpol sebagai kendaraan sesuai dengan undang-undang yang berlaku menyusul hasil sebuah reformasi politik yang sebelumnya demokrasi ala "terpimpin". Sehingga disini, para birokrat hanyalah sebagai pelaksana administrasi dimana keputusan politik merupakan hasil rembug atau kesepakatan antara eksekutif dan legislatif yang pada dasarnya berasal dari kalangan yang sama yaitu kalangan yang memiliki modal.

Dalam era demokrasi yang masih mengedepankan citra, keputusan politik masih sangat mudah dipengaruhi oleh opini publik. Opini publik ini tercermin dari pemberitaan yang memiliki kebebasan sehingga sehingga pemberitaanpun terbelah antara pro dan kontra terhadap adanya sebuah perubahan seperti halnya revisi UU KPK. Tak pelak lagi, parpol yang tidak mengakar ini dalam sekejap dapat berubah arah mengikuti opini yang dibentuk melalui media. Sehingga rakyatpun kesulitan mendapatkan sebuah berita yang indenpen ditambah lagi dengan berkembangnya dunia maya yang makin mempermudah publik mendapatkan informasi dan menyampaikan opininya.

OTT KPK yang mencokok pejabat hukum dan politisi belum lama berselang memang dirasa menjadi pukulan telak para pengusul revisi UU KPK, namun apakah sembilan parpol benar-benar balik badan, hal ini akan ditentukan pada sidang paripurna DPR RI mendatang dalam pembahasan Prolegnas 2016 26 Januari mendatang menyangkut legislasi 40 RUU yang salah satunya revisi UU KPK. Jurus ngeles parpol semakin piawai menyikapi OTT KPK, revisi UU KPK mulai diopinikan untuk memperkuat KPK dengan argumentasinya. Padahal, izin penyadapan dan pembentukan dewan pengawas jelas-jelas merupakan upaya pengendalian terhadap keberadaan KPK yang dinilai sebagai lembaga superbody. Biaya politik yang tinggi  bagi politisi yang banyak berasal dari kalangan pebisnis tentunya harus berpikir pengembalian modal investasi politiknya sebagai umumnya sifat bisnis, keberadaan KPK menjadi pengganjal jaminan pengembalian investasi.

Dengan pengendalian terhadap KPK bisa ditebak, revisi UU KPK tujuannya tak lain untuk mengamankan investasi politik itu. KMP bubar, bagi publik yang tidak memahami adalah sebuah kemenangan pemerintah. Kita bisa melihat dari proses legislasi RUU yang harus disepakati oleh eksekutif dan legilatif terlepas siapa yang memiliki inisiatif, tidak akan terjadi pengesahan kalau tidak ada kesepakatan antara legislatif dan eksekutif. Disini jelas, bahwa antara eksekutif dan legislatif harus bersatu dan juga pada dasarnya baik eksekutif maupun legislatif keduanya memiliki persayaratan yang sama untuk duduk pada kursi jabatan harus diusung oleh parpol.

Dengan demikian tak dapat dihindarkan, baik eksekutif maupun legislatif akan lebih mementingkan kepentingan parpol. Sehingga yang terjadi saat ini, suara rakyat diwakili oleh media. Parpol yang tidak mengakar ini, dengan mudah berbalik arah ketika suara rakyat yang direpresentasikan melalui media dalam sekejap dapat mempengaruhi keputusan politik parpol karena rakyat dibutuhkan suaranya untuk eksistensi parpol pada pemilu berikut. Maka tak mengherankan, kader parpol berdalih lagi, revisi KPK dimaksudkan untuk memperkuat KPK padahal dengan OTT KPK sangat mungkin membuat pusing tujuh keliling mencari cara aman untuk mengembalikan investasi politik.

 "Dagang" konsensi baik proyek maupun perizinan sudah beberapa kali terbongkar karena kewenangan KPK dalam operasi intelejen yang antara lain menjadikan Gubernur Riau dan anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti sebagai target intelejen KPK. Izin penyadapan ataupun pembentukan dewan pengawas KPK tak lain oleh karena eksekutif maupun legislatif yang berasal dari parpol "tak menduga" akan menuai hasil kesepakatanya sendiri. Jurus ngeles parpol mulai dikeluarkan namun makin terlihat Parpol makin plintat plintut, makin terlihat tidak memiliki platform yang konsisten oleh karena situasi yang tidak menguntungkan, akan lebih sulit memperebutkan kue yang menjadi andalan untuk mengembalikan modal politiknya.  KMP bubar, itu katanya, publikpun ada yang senang, senang karena tidak memahami dunia politik

Incar Ketum Golkar, Novanto Dinilai Gagal di Aspek "Tak Tercela"

Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto menyatakan dirinya siap maju menjadi calon ketua umum Golkar di Musyawarah Nasional (Munas) mendatang. Namun, Pengamat Politik dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, menilai impian itu harus dikubur dalam-dalam.

Pasalnya, Novanto dinilai gagal memenuhi standar calon pimpinan tinggi di Golkar.

Menurut Asep, ada komitmen atau pegangan dasar untuk maju dan jadi kader di Partai Golkar, yakni harus memenuhi unsur prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela (PDLT) yang merupakan suatu kesatuan utuh.

"Hemat saya dia (Novanto) kurang memenuhi syarat PDLT itu," tegas Asep, Selasa (16/2).

Dijelaskan Asep, poin 'tidak tercela' menjadi sumber kelemahan dari Novanto. Karena yang bersangkutan sudah pernah mendapat hukum pelanggaran etika di DPR.

Pertama saat menemui bakal capres AS Donald Trump di sela kunjungan kerja ke Amerika Serikat. Dalam perkara itu, Novanto dihukum sanksi ringan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

Kedua, adalah dalam perkara dugaan pencatutan nama presiden dalam pengambilalihan saham Freeport Indonesia, yang terkenal dengan kasus 'Papa Minta Saham'. Di perkara itu, Novanto mendapat sanksi sedang.

"Walau Novanto mundur dari jabatan Ketua DPR, tetap saja sanksi sedang dari MKD. Itu tegas disampaikan Ketua MKD Pak Surahman Hidayat, bahwa mayoritas hakim menghukum dengan sanksi sedang. Dan itulah putusan MKD," jelasnya.

Kasus itu bahkan kini sedang diselidiki di Kejaksaan Agung.

Apabila Novanto tetap memaksakan diri maju menjadi calon ketua umum Golkar, Asep memprediksi wibawa dan citra Partai Golkar akan semakin menurun. Menurutnya, kalaupun tetap memaksa ingin punya jabatan di Golkar, Novanto paling mentok menjadi anggota dewan pembina.

"Prestasi saat jadi Ketua DPR itu kurang. Di bawah dia, produktivitas DPR juga jeblok. Hemat saya, citra Golkar akan turun kalau dia ketua umum. Mending kalaupun masuk pengurus partai, cukup di dewan pembina. Itupun hanya anggota, tak boleh Ketua," ulas Asep.

Sebelumnya, Setya dengan percaya dirimemastikan akan bertarung sebagai calon ketua umum Partai Golkar dalam forum Munas Golkar yang akan segera digelar.

"Sudah ada dukungan yang diberikan DPD I Golkar, saya minta doa," kata Novanto, .

Baginya, kasus Papa Minta Saham itu takkan mempengaruhi kansnya menjadi pemenang dalam kompetisi menuju kursi Golkar 1. Sebab dirinya yakin sama sekali tak melanggar hukum dalam kasus itu.

"Saya tidak pernah melanggar hukum, tidak pernah melakukan permintaan saham dan mencatut presiden," tegasnya.

Haji Lulung Gak Bayar Pajak Lamborghini

Princes - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengingatkan Abraham Lunggana atau Lulung atas kasus mobil mewah, Lamborghini yang pernah dikendarainya ke DPRD DKI. Ia meminta wakil ketua DPRD DKI itu untuk membayar pajak atas mobil tersebut.

"Saudara Lulung itu harus banyak belajar hal. Contohnya apa? Kalau punya Lamborghini itu harus bayar pajak," ujar Ahok di Cawang, Jakarta Timur, Rabu (17/2).

Mantan Bupati Belitung Timur itu menambahkan, Lulung juga kemungkinan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus gratifikasi tersebut. Maka ia pun mengaku tak peduli dengan rencana Lulung dan DPRD yang akan melaporkannya ke KPK.

"Itu mungkin dia mau ditangkap KPK karena gratifikasi, mungkin minjem dia Lamborghini-nya. Dia sekarang mau lapor KPK, tapi dia lupa (ada kasus gratifikasi itu)," imbuhnya.

Ia pun meminta agar Lulung banyak belajar soal hukum. Ahok menyebut Lulung bisa dikenai pidana tambahan sebesar 15 persen lantaran telah melakukan fitnah. Apalagi yang dituduh ialah dirinya yang kini menjabat sebagai gubernur yang masih aktif.

"Dia kalau fitnah seorang pejabat yang melaksanakan tugas yang masih aktif seperti saya, itu akan terkena pidana tambahan 15 persen loh. Jadi, Saudara Lulung, tolong Anda belajar hukum lah," pungkasnya.