Translate this page to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Belajar jualan Emas dan Uang

Tuesday, January 6, 2015

Utang Lenyap Dalam Operasi Senyap PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

Jiwasraya

Bebas dari utang dan menjadi perusahaan “merdeka” membuat Jiwasraya lebih leluasa merancang strategi dan aksi korporasi. Target untuk naik kelas masuk lima besar, hingga masuk tiga besar, sudah dicanangkan.

Namun succes story lolos dari jebakan utang tetap mengundang minat banyak pihak untuk tahu. Bagaimana perusahaan dengan beban utang Rp 6,7 triliun bisa mendadak menjadi perusahaan sehat hanya dalm tempo empat tahun? Apalagi upaya itu dilakukan dalam sebuah “operasi senyap”, tanpa gembar-gembor publikasi.

Hendrisman Rahim, Direktur Utama PT Jiwasraya (Persero) menjelaskan persoalan itu kepada tim BUMN Insihgt di kantor pusat Jiwasraya di kawasan Juanda,

Berikut petikannya:

Dari mana asal-usul utang Rp 6,7 triliun itu?

Pada tahun 2008 kami berempat ditempatkan sebagai direksi di Jiwasraya.  Langkah pertama yang kami lakukan adalah melihat perusahaan ini seperti apa?  Setelah dihitung segala kewajiban dan asetnya.  Kami menemukan short fall antara aset dan liability, liability-nya lebih tinggi Rp 6,7 triliun alias perusahaan punya utang sebesar Rp 6,7 triliun.  Ini adalah buntut dari krisis moneter tahun 1998.  Ini artinya perusahaan tidak sehat, harus segera disehatkan karena secara hukum perusahaan ini harusnya sudah dilikuidasi.

Setelah menemukan utang sebesar itu lantas apa yang dilakukan?

Kita terus mencari jalan keluar untuk menutup Rp 6,7 triliun ini.  langkah yang paling mudah adalah meminta Penyertaan Modal Negara (PMN).  Masalahnya memang tidak mudah mendapatkan PMN, waktu itu pemerintah tidak ada dananya. Kita sudah mengajukan PMN, tapi baru sebatas draf saja sudah ditolak.
Selain mencari jalan untuk menutup Rp 6,7 triliun, saya juga membenahi kinerja perusahaan.  Waktu itu, saya menghentikan penjualan 33 produk dari total 40 produk Jiwasraya karena produk-produk ini tidak menguntungkan, karena menggunakan tingkat bunga yang tinggi.

Untuk menggantikan produk-produkitu itu,  Jiwasraya mendesain produk jangka pendek yang memberikan income tinggi.  Hal ini sebagai upaya perusahaan agar tetap menghasilkan uang dan bertahan.
Selain menghentikan sejumlah produk, Restrukturisasi pegawai pun dilakukan. Jumlah pegawai yang awalnya 1.300 orang, menyusut  jumlahnya menjadi 800 orang  pada tahun 2009.  Jumlah agen yang selama ini menjadi tulang punggung perusahaan juga menurun drastis, yang awalnya 12.000 agen tinggal 1.000 agen. Ini akibat kebijakan penerapan sisitem komisi yang dilakukan perusahaan.  Upaya  Ini baru menghentikan darah, sedangkan beban yang masuk portofolio tetap belum tersentuh.

PMN sudah gagal, zero coupon bond akhirnya dijalankan.  Konsep ini berjalan cukup jauh, sudah sampai ke tangan Menteri Keuangan, dengan bermacam pertimbangan akhirnya dinyatakan  tidak jadi melakukan penyelamatan Jiwasraya dengan zero coupon bond.
Anda bisa bayangkan betapa harap-harap cemas kami di Jiwasraya, dan betapa kecewanya ketika tidak jadi diselamatkan.

Langkah berikutnya?

Akhirnya kita mencoba mencoba teknik asuransi sendiri,  ada yang namanya reasuransi.  Pertanyaan besar saya pada saat itu apakah utang Jiwasraya ini bisa diselesaikan dengan reasuransi atau tidak? Tampaknya bisa tapi hanya untuk buying time atau memperpanjang umur saja.  Konsep ini kita ajukan kepada regulator. Pada awalnya regulator tidak menyetujui konsep ini.

Saya mengakui konsep seperti ini biasa dilakukan di negara-negara barat tapi size-nya kecil. Secara konsep ini bisa tapi belum pernah dilakukan untuk nilai sebesar Rp 6,7 triliun, di negara-negara barat sekali pun.  Kita mencoba meyakinkan regulator bahwa hal ini bisa dilakukan, ini tidak bisa dilakukan reasuransi lokal tapi oleh reasuransi luar.

Apa yang membuat Anda yakin akan diterima perusahaan reasuransi?

Jujur waktu itu, kalau disetujui regulator saya juga bingung reasuransi mana yang mau menerima.  Pikir saya yakinkan saja regulator dulu, akhirnya mereka minta second opinion.  Second opinion ini datangnya dari aktuaris World Bank dari Amerika Serikat, dia melihat proposal yang diajukan Jiwasraya.  Regulator menanyakan kepada aktuaris dari World Bank  apakah konsep yang  Jiwasraya usung bisa dijalankan atau tidak.

Aktuaris  menanyakan beberapa hal  kepada kita tentang proposal tersebut dan dia meminta waktu satu bulan dan akan kembali lagi.  Setelah dia pulang satu kalimat yang dia ucapkan, ”it is feasible, you have to do that.”

Masalah ini diperkirakan akan rampung selama 17  tahun, tapi hitung-hitungan dari World Bank kalau Jiwasraya performanya stabil membutuhkan waktu di bawah 10  tahun. Akhirnya regulator mengatakan, “lakukan itu!”  Syaratnya hanya boleh dilakukan  untuk dua tahun.

Lantas diterima?

Saya berpikir dan berdiskusi sama teman-teman bagaimana bisa yang awalnya kita perkirakan 17 tahun tapi hanya diperbolehkan dua tahun. Akhirnya sudah, ambil saja dua tahun kalau performa Jiwasraya bagus selama dua tahun, harapannya regulator akan memperpanjang.  Saya paham kehati-hatian regulator karena cara seperti ini memang tidak lazim dilakukan sehingga wajar saja mereka mengambil keputusan seperti ini.

Reasuransi mana yang mau?

Ini pertanyaan kemudian, saya kontak beberapa reasuransi.  Jawabannya,”ini sangat mungkin dijalankan. Secara teori ini bisa tapi mereka tidak bisa membantu karena tidak mungkin semua modal yang mereka miliki hanya untuk Jiwasraya saja.  Karena yang mau di reasuransikan itu sebesar 6,7 triliun.

Apa yang Anda terangkan sehingga mereka mau?

Saya menjelaskan ini adalah BUMN. Ini milik negara, apa pun yang terjadi negara pasti menjamin.  Hal ini juga dibantu oleh Sofyan Djalil, Menteri Negara BUMN waktu itu yang mengelurkan surat going concern terhadap perusahaan ini.  surat ini yang saya jual ke mana-mana. Sehingga mereka mengataknan, “oke saya bantu.”  Saya reasuransikan di sebuah perusahaan reasuransi di Amerika. Langkah pertama selesai.
Setelah berjalan dua tahun, Rp 6,7 triliun short fall-nya menjadi Rp 5,3 triliun, situasinya membaik. Alternatif solusi yang lain belum ada akhirnya disetujui oleh regulator untuk diperpanjang selama dua tahun lagi.

Perusahaan reasuransi yang pertama walau kondisnya membaik dia tidak bisa menanamkan risiko yang sama untuk kedua kalinya dan dia mencarikan reasuransi untuk itu. Masih tetap perusahaan reasuransi di Amerika.
Setelah fase reasuransi yang ke-2, turun menjadi Rp 4,1 triliun.  Pada tahun 2013 akhir dimana dinyatakan bahwa perusahaan asuranasi jiwa di Indonesia harus menggunakan IFRS, sebuah sistem akuntasi baru.

Saya berpikir adakah kesempatan yang bisa dimanfaatkan dengan memberlakukan sistem ini?

Beruntungnya Jiwasraya punya aset properti, aset tersebut tidak pernah direvaluasi selama sekian puluh tahun.  Aset Jiwasraya direvaluasi untuk tujuan komersial atas semua aset yang dimiliki.  Aset tersebut bisa menutup beban kewajiban sehingga Jiwasraya bisa terbebas dari utang.

Makna dari terbebasnya utang buat Jiwasraya?

Keberhasilan menyelesaikan utang ini memberikan rasa percaya diri  kepada seluruh insan yang ada Jiwasraya, kita bisa bangkit lagi. Pertanyaannya kemudian, setelah bangkit mau apalagi? Kita bercita-cita akan membuat Jiwasraya menjadi perusahaan asuransi jiwa  terbesar di Indonesia.
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya  kepada banyak pihak yang membantu penyelesaian masalah Jiwasraya. Khususnya kepada Menteri Negara BUMN, Deputy Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Konstruksi dan Jasa Lain beserta jajarannya, Komisioner OJK beserta jajarannya, serta Dirjen Pajak beserta jajarannya.



Dilain Sisi Masalah  Air Asia Jiwasraya Juga akan Membayar...



Jiwasraya
-PT Jiwasraya (Persero) memastikan pembayaran asuransi penumpang pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di Selat Karimata. Ada 2 orang penumpang yang tercatat membeli asuransi Jiwasraya.

"Ada 2 nasabah yang menggunakan Jiwasraya. Tapi baru 1 yang dipastikan benar-benar menggunakan Jiwasraya, satunya masih belum terkonfirmasi," kata Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim saat acara konferensi pers bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Menara Merdeka, Jakarta, Selasa (6/1/2015).

Dia menjelaskan, masing-masing korban tersebut akan mendapatkan dana pertanggungan senilai di atas Rp 100 juta.

"Polis di Jiwasraya sedang proses. Nilai pertanggungan di atas Rp 100 juta masing-masing," katanya.

Hendrisman mengungkapkan, kecelakaan yang menimpa pesawat asal AirAsia QZ8501 tidak masuk dalam pengecualian polis asuransi. Hal itu membuat pihak asuransi harus membayarkan pertanggungan.

"Pasti ada pengecualian, misal disengaja atau bunuh diri. Tapi ini kan tidak, kecelakaan tanpa sengaja. Ini risiko yang di-cover,"

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih Atas Komen nya ya Boss smoga bermanfaat..

God Bless You